Didesak dari Dua Pihak

DIDESAK DARI DUA PIHAK

Filipi 1:21-30

 

Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

 

21  Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.

22  Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.

23  Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus  —  itu memang jauh lebih baik;

24  tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.

25  Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman,

26  sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu.

27  Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya, apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil,

28  dengan tiada digentarkan sedikitpun oleh lawanmu. Bagi mereka semuanya itu adalah tanda kebinasaan, tetapi bagi kamu tanda keselamatan, dan itu datangnya dari Allah.

29  Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,

30  dalam pergumulan yang sama seperti yang dahulu kamu lihat padaku, dan yang sekarang kamu dengar tentang aku.

 

PENDAHULUAN

Kita pasti tidak asing lagi dengan peribahasa yang berbunyi: “Bagaikan makan buah simalakama, dimakan mati ibu, tidak dimakan mati bapak”. Ada dua pilihan dan dua-duanya sama buruknya dan merupakan bencana besar. Hal seperti ini tidak mungkin dialami oleh orang Kristen. Mengapa? Karena ada jaminan bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita yang mengasihi Dia (Roma 8:28). Ini artinya Tuhan hanya akan memberikan hal-hal yang membawa kebaikan bagi kita, sehingga sangat jelas bahwa Dia tidak mungkin memperhadapkan kita pada suatu keadaan dimana hanya ada dua pilihan dan dua-duanya buruk. Tetapi bisa saja kita berada dalam suatu situasi dimana semua pilihan atau kemungkinan ‘kelihatannya’ buruk.

Paulus menulis nas ini kepada jemaat Filipi dalam keadaan terpenjara. Saat menulis suratnya ini  dari dalam penjara (kemungkinan besar di Roma), Paulus sudah berusia sekitar 60-an tahun dimana dia sudah 30 tahun lebih mengikut Tuhan Yesus dengan segenap hatinya. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi padanya, yaitu ia akan dihukum mati atau ia akan dibiarkan hidup dalam artian dibebaskan.

 

DUA PILIHAN BAGI PAULUS

Kalau kita memandang kedua kemungkinan, dihukum mati atau dibebaskan, bagi Paulus ini secara negatif, maka dua-duanya kelihatannya buruk atau bencana. Betapa tidak, kalau ia dihukum mati, maka itu akan merupakan sesuatu yang memalukan karena akan menjadi tontotan dan pembicaraan orang banyak, dan musuh-musuhnya pasti akan bersukacita. Ini merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan atau buruk. Sedangkan kalau ia dibebaskan, sebagai seorang rasul ia pasti akan memberitakan injil lagi. Ini berarti segala penolakan, permusuhan, kebencian bahkan penganiayaan akan ia terima lagi. Ini juga merupakan keadaan yang tidak menyenangkan atau buruk.

Sekalipun demikian, Paulus menyoroti kedua kemungkinan yang akan dialaminya ini dari sudut pandang yang benar, yakni ia memandangnya secara positif. Paulus menganggap kedua kemungkinan sama baiknya bagi dirinya sendiri, bagi jemaat bahkan juga bagi Tuhan. Hal ini pulalah yang membuat Paulus sampai bingung harus menginginkan yang mana dari antara kedua kemungkinan baik yang dihadapainya.

 

Mati Adalah Keuntungan

Mengapa Paulus mengatakan mati adalah keuntungan (ay. 21)? Karena kalau ia mati, itu berarti ia akan diam bersama-sama dengan Kristus (ay. 23). Paulus yakin bahwa orang Kristen yang mati akan langsung masuk surga, bukan ke tempat penantian atau penyucian dulu sampai tiba saatnya hari penghakiman. Ini juga Paulus tegaskan dalam 2 Korintus 5:8 dimana ia mengatakan “…kami lebih suka lepas dari tubuh kami ini, supaya dapat tinggal bersama Tuhan” (Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini; at home with the Lord – NET dan ASV).

Paulus yakin akan keselamatannya karena ia beriman, dan karenanya ia tidak takut mati. Ia yakin bahwa kapanpun ia mati, ia akan pergi ke surga. Ini juga menegaskan bahwa Paulus sudah siap untuk mati, karena ia hidup secara maksimal bagi Tuhan. Karena hal inilah Paulus dengan berani mengatakan dalam ay. 20 “…Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku”.

Setiap orang Kristen sejati sebetulnya dapat mengatakan apa yang dikatakan Paulus, yaitu mati itu suatu keuntungan. Mengapa? Karena kalau kita mati, kita akan ke surga dimana tidak ada lagi penderitaan, air mata, dosa, setan dan berbagai keduniawian lainnya. Tetapi kita sering ingin mati hanya karena kita ingin terbebas dari penderitaan di dunia ini – suatu sikap yang egois. Keinginan kita untuk mati didasarkan pada cinta kita pada diri kita sendiri. Tidak demikian halnya dengan Paulus. Ia menganggap mati sebagai keuntungan karena cintanya kepada Kristus, karena ia tahu bahwa kalau ia mati, ia akan bersama-sama dengan Kristus (ay. 23).

 

Hidup Adalah Kristus

Hidup adalah Kristus (ay. 21) memberi arti bahwa Kristus adalah segala-galanya dalam hidup Paulus. Oleh karena itu, Paulus mau supaya hidupnya memuliakan Kristus (ay. 20). Bagaimana dengan kita? Apakah kita hidup untuk kemuliaan diri kita sendiri, atau untuk kemuliaan kelompok/komunitas atau gereja/aliran/sekte kita sendiri? Seharusnyalah kita meneladani Paulus bahwa kita hidup betul-betul untuk kemuliaan Kristus.

Pernyataan Paulus ini juga menunjukkan bahwa bagi dia, hidup berarti bekerja untuk menghasilkan buah (ay. 22). Ia bukan orang yang asal bekerja atau melayani. Paulus memang sungguh-sungguh bekerja dan membawa jiwa-jiwa kepada Kristus. Selain itu, Paulus ingin supaya melalui hidupnya, jemaat bertambah maju dalam iman (ay. 25). Kita para hamba Tuhan juga haruslah berusaha menggunakan pelayanan dan hidup kita untuk menumbuhkan iman jemaat yang kita layani, bukan menjadi batu sandungan atau bahkan menjadi pemicu konflik dan perpecahan.

Jadi, kedua pilihan atau kemungkinan yang dihadapi Paulus dalam nas ini merupakan berkat baginya. Ia sampai bingung harus memilih yang mana (ay. 22b). Sekalipun kelihatannya kedua pilihan atau kemungkinan tampak buruk, namun kalau dipandang secara benar, justru dua-duanya baik. Paulus siap untuk keduanya. Tetapi ia tetap berusaha untuk memilih yang terbaik.

 

PILIHAN ‘LEBIH PERLU’ MENJADI PRIORITAS PAULUS

Yang menjadi pertimbangan Paulus dalam menentukan pilihan adalah: 1) mati adalah keuntungan dan itu lebih baik bagi dirinya sendiri (ay. 21, 23), atau 2) hidup dan tinggal di dunia dan ini lebih perlu bagi jemaat (ay. 24). Namun Paulus lebih condong untuk  memilih pilihan yang ‘lebih perlu’ ketimbang yang ‘lebih baik’, karena yang menjadi dasar pertimbangannya adalah keuntungan jemaat dan kehendak Kristus bukan kepentingan atau kesenangan pribadinya. Dan karena itulah ia memilih untuk hidup. Karena Paulus yakin bahwa ia memilih yang terbaik, maka ia juga yakin bahwa pilihannya itulah yang terjadi (ay. 25-26).

Para ahli sejarah gereja percaya bahwa keinginan atau keyakinan Paulus atas pilihan yang menguntungkan jemaat akhirnya menjadi kenyataan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa dalam surat-surat Paulus lainnya ada cerita tentang pengalaman-pengalamannya yang tidak ada diceritakan dalam Kisah Para Rasul (misalnya, Tit. 1:5; 3:12; 1 Tim. 1:3; 2 Tim. 4:13,20). Ini menjadi dasar kesimpulan yang mereka ambil bahwa ternyata Paulus akhirnya tidak jadi dihukum mati dan dibebaskan dari penjara di Roma. Kemudian Paulus melakukan perjalanan misionaris yang ke-4, dimana ia mengalami pengalaman-pengalaman yang diceritakannya tersebut, bahkan ia mengunjungi lagi jemaat Filipi kepada siapa ia menulis nas ini.

 

REFLEKSI

Apabila dalam hidup ini, sebagai murid-murid Kristus, kita berada di persimpangan jalan dan harus memilih, seperti halnya Paulus, maka percayalah Tuhan akan mengatur bahwa yang terbaiklah yang akan terjadi. Hendaklah kita menentukan pilihan bukan berdasarkan kesenangan atau keuntungan pribadi kita sendiri, tetapi haruslah berdasarkan keuntungan Kerajaan Allah dan Gereja serta kehendak Kristus.

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih