Kesombongan
KESOMBONGAN
(Yehezkiel 28:1-5)
Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan
”Maka
datanglah firman TUHAN kepadaku: Hai anak manusia, katakanlah kepada raja
Tirus: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Karena engkau menjadi tinggi hati, dan
berkata: Aku adalah Allah! Aku duduk di takhta Allah di tengah-tengah lautan.
Padahal engkau adalah manusia, bukanlah Allah, walau hatimu menempatkan diri
sama dengan Allah. Memang hikmatmu melebihi hikmat Daniel; tiada rahasia yang
terlindung bagimu. Dengan hikmatmu dan pengertianmu engkau memperoleh kekayaan.
Emas dan perak kaukumpulkan dalam perbendaharaanmu. Karena engkau sangat pandai
berdagang engkau memperbanyak kekayaanmu, dan karena itu engkau jadi sombong” (Yehezkiel 28:1-5).
Pengantar
Kesombongan adalah suatu perasaan dimana manusia menilai dirinya lebih dari kenyataannya; kehendaknya sudah berlawanan dengan nalar dan mengharapkan sesuatu yang tidak wajar (Thomas Aquinas, “The Summa Theological”, Edisi ke-1920). Orang yang sombong memenuhi khayalannya dengan segala yang telah dikatakan orang untuk memuji dirinya sendiri, dan dengan segala daya upaya berusaha untuk memperoleh lebih banyak pujian lagi karena ia tidak pernah puas dengan pujian (St. Yohanes Maria Vianney, “Katekese tentang Kesombongan”).
Dengan berdasarkan definisi kesombongan di atas, banyak orang – tidak terkecuali di antara orang-orang Kristen – yang beranggapan bahwa kesombongan itu bukanlah dosa dan hanya merupakan gaya hidup. Namun kita jangan lupa bahwa dosa tertua yang telah menjatuhkan malaikat Lucifer (Yes. 14:12 – KJV) dari surga adalah kesombongan. Karena kesombongannyalah, yaitu menyamakan dirinya dengan Allah, “si ular tua, yang disebut Iblis” (Why. 12:9) ini dilemparkan ke bumi bersama-sama dengan sepertiga malaikat di surga (Why. 12:4). Dan Raja Salomo menegaskan bahwa ”Mata yang congkak dan hati yang sombong, yang menjadi pelita orang fasik, adalah dosa” (Am. 21:4).
Penyebab utama kejatuhan manusia ke dalam
dosa juga adalah kesombongan. Manusia pertama menolak mengakui Allah, bahkan
ingin menjadi sama dengan Allah (Kej. 3:5). Tentu saja sangat mustahil bagi
manusia untuk menjadi sama seperti Allah. Manusia adalah ciptaan Allah yang
terbatas dan fana, sedangkan Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Maha Kuasa
dan berdaulat atas seluruh ciptaan-Nya.
Kesombongan Raja Tirus
Ithobaal II, raja Tirus (Wikipedia, The Free Encyclopedia) yang dinubuatkan di dalam nas ini, dianggap mewakili kejatuhan kota Tirus. Tindakan pengangkatan dirinya sendiri yang sangat ambisius untuk menempati posisi sama dengan Allah sangat tepat menggambarkan kecongkakan hati bangsa itu. Wilayah Tirus yang berada di atas sebuah gunung batu, membuat kota itu seolah-olah tidak dapat ditaklukkan atau direbut sehingga raja Tirus merasa dirinya seperti Allah yang maha tinggi memerintah di sana. Perasaan aman tenteram juga melingkupi dirinya yang bertakhta di tengah-tengah lautan (ay. 1-2). Selain memiliki keterampilan berdagang yang menyebabkan raja Tirus menjadi milyuner pada masanya, ia juga memiliki hikmat yang besar yang bahkan melebihi hikmat Daniel (ay. 3) dan tiada rahasia yang tersembunyi di hadapannya. Segala kelebihannya itu membuat raja Tirus ini menjadi sombong (ay. 3-5) sehingga Allah tidak menahan murka-Nya untuk ditimpakan kepadanya yang akan mati secara memalukan (ay. 6-10).
Namun
patut disayangkan demi memelihara kesombongannya, raja Tirus bahkan memusnahkan
hikmat yang dimilikinya demi semaraknya (ay. 15-17). Artinya, raja Tirus tidak
lagi memakai hikmatnya hanya demi mendapatkan puja-puji dari bangsa lain. Dampak
pilihan raja Tirus yang ceroboh ini mengingatkan dunia bahwa hikmat jauh lebih
berharga daripada permata. Karena daya tarik pujian, banyak orang rela
melepaskan segalanya untuk mendapatkannya. Namun setelah mendapatkan apa yang
diidamkannya, suatu bonus malapetaka yang tidak diundang pun datang menyapu
bersih apa saja yang berkaitan dengan hasil kesombongan itu, seperti yang
menimpa Tirus dalam nas ini.
Penyebab Kesombongan
· Kekayaan. Kekayaan sering menyebabkan manusia jatuh ke dalam sikap sombong seperti raja Tirus dalam nas ini (ay. 5). Kekayaan yang dimiliki dianggap semata-mata merupakan hasil dari kekuatan, kepandaian dan keahlian sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan (bdk. 1 Tim. 6:17). Bahkan ada orang kaya yang menganggap kekayaannya bisa membeli segalanya termasuk keselamatan jiwanya (Luk. 12:19).
· Kejayaan. Kesuksesan atau kejayaan merupakan dambaan setiap manusia selama hidupnya. Namun ketika itu dicapai, manusia bisa menjadi gila pengakuan dan pujian dari orang lain atas keberhasilan yang dicapainya. Sikap seperti inilah yang kemudian menuntun orang kepada kesombongan (bdk. Yeh. 31:10b).
· Penampilan. Kesombongan juga tidak jarang menjadi sikap yang melekat pada orang yang memiliki penampilan yang sangat bagus. Sadar akan penampilannya yang sering mendatangkan pujian dari orang lain, orang dengan penampilan yang sangat menarik semakin terobsesi dengan penampilannya. Bahkan demi mendatangkan pujian lagi dan lagi, mereka mau menggunakan cara-cara yang sudah di luar nalar untuk semakin mempercantik penampilannya. Inilah kesombongan yang dinyatakan dalam Yehezkiel 28:17a – ”Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu.”
· Kepandaian. Di segala bidang, manusia memang sangat membutuhkan kepandaian, ketrampilan dan keahlian. Seperti misalnya dalam nas ini (ay. 5), raja Tirus sangat pandai berdagang dan dengan keahliannya inilah ia semakin menumpuk kekayaannya. Namun disayangkan, kepandaian ada kalanya menjadi akar penyebab orang menjadi sombong (1 Kor. 8:1b). Kesombongan inilah yang menjadi pintu masuk bagi Iblis untuk menunggangi dan memakai orang pandai yang sombong menjadi alatnya (bdk. Kej. 3:1). Dalam perpecahan yang terjadi di gereja-gereja sekarang ini pun tidak jarang ada ditemukan orang-orang pandai sebagai aktor intelektualnya.
·
Kesombongan rohani. Dewasa ini ada saja kelompok, aliran atau
sekte di kalangan orang-orang Kristen yang mengeksklusifkan diri sebagai
satu-satunya kelompok, aliran atau sekte Kristen sejati. Ini tampak dari sikap
mereka yang menganggap bahwa hanya mereka yang pantas dan layak disebut sebagai
anak-anak Tuhan. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, setiap anggota baru yang umumnya
juga orang Kristen harus dibaptis kembali terlepas dari apakah anggota baru
tersebut sudah pernah dibaptis. Yesus sering menegur dan mencela sikap seperti
ini pada orang-orang Farisi. Para pembelajar Yahudi ini menganggap bahwa hanya
mereka yang benar dan memandang rendah semua orang lain (Luk. 18:11).
Tindakan Tuhan Terhadap Orang yang Sombong
Kesombongan merupakan kekejian – tepatnya kejijikan – bagi Tuhan. Selain dari tindakan Tuhan yang kita baca dalam ayat-ayat berikutnya setelah nas ini (ay. 7-10), juga ”manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan” (Yes. 2:11a). Kemudian ”TUHAN semesta alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri” (Yes. 2:12). Pada akhirnya, bila tidak ada pertobatan, ”orang yang gagah sombong akan berakhir dan ... akan dilenyapkan (Yes. 29:20)
Rasul Paulus juga menasehatkan kepada
kita, bahwa selain dari tindakan Tuhan yang disebutkan di atas, orang sombong
juga perlu mewaspadai hukuman Iblis. Dalam suratnya yang pertama kepada murid
dan juniornya, Timotius, Rasul Paulus berkata: ”Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi
sombong dan kena hukuman Iblis (1 Tim. 3:6)
Berkat Bagi Orang yang Rendah Hati
Bertolak belakang dengan orang-orang yang sombong, congkak dan tinggi hati, orang yang rendah hati sangat berkenan bagi Tuhan. Ini tampak jelas dari apa yang Tuhan lakukan dan berikan kepada orang-orang yang rendah hati, antara lain, ”Ia membimbing orang-orang yang rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang rendah hati” (Maz. 25:9). Selain daripada itu, ”orang-orang yang rendah hati akan mewarisi negeri dan bergembira karena kesejahteraan yang berlimpah-limpah” (Maz. 37:11).
Selain kelimpahan jasmani yang diberikan
Tuhan kepada orang-orang yang rendah hati selama hidup di dunia ini, Tuhan juga
akan memberikan kelimpahan rohani yang sangat indah kepada kita kalau rendah
hati menjadi sikap dan gaya hidup kita sebagai anak-anak Tuhan. Berkenaan
dengan hal ini, pemazmur dengan tegas menyatakan bahwa ”TUHAN berkenan kepada umat-Nya, Ia memahkotai orang-orang yang rendah
hati dengan keselamatan” (Maz. 149:4).
Refleksi
Godaan dosa kesombongan tidak melulu muncul dalam gambaran Iblis yang tertawa dengan membawa tombak trisulanya. Ada kalanya predikat lulus terbaik, jabatan pendeta/gembala senior, kedudukan presiden direktur, atlit terbaik, karyawan terbaik, pasangan paling serasi, dan masih banyak predikat bergengsi lainnya dapat mendatangkan pujian yang memabukkan. Bila kita mengizinkan pribadi kita dikultuskan oleh para pemuja kita, berhati-hatilah, arus deras kesombongan bisa menyeret dan menggulung kita sampai ke titik dimana hajaran dan hukuman sudah di ambang pintu.
Kita
pun terkadang bisa terjerumus hingga berlaku seperti Allah atas hidup kita.
Menjadi Allah berarti menentukan sendiri apa yang layak kita lakukan, menetapkan
sendiri apa yang benar dan salah. Di hadapan Allah yang berdaulat penuh, sikap
dan perbuatan seperti ini adalah dosa dan merupakan pemberontakan terhadap Dia.
Oleh karena itu, marilah kita sadar diri dan mawas diri, bahwa segala kelebihan
yang kita miliki adalah anugerah Allah. Dengan mengakuinya maka kita akan
semakin melimpah dengan ucapan syukur kepada-Nya.
Ayat Renungan
Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong (1 Kor.
13:4)
Comments
Post a Comment