Menjawab Klaim Yang Menentang Natal
MENJAWAB BERBAGAI KLAIM YANG MENENTANG
(PERAYAAN) NATAL
Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan
Akhir-akhir ini ada kalangan tertentu di
lingkungan orang-orang Kristen yang menentang perayaan Natal. Mereka menentang
dengan cara yang sangat fanatik dan keras, dan dalam waktu yang bersamaan
menyerang orang-orang Kristen yang merayakan Natal. Kalau ini dibiarkan, orang-orang
Kristen bisa jadi terombang-ambing dalam sikap dan pemahamannya tentang Natal.
Dengan demikian, Natal bisa berkurang kesemarakannya, dan itu jelas akan sangat
merugikan Kekristenan. Karena itu mari kita membahas persoalan ini, agar supaya
kita bisa memberi jawaban yang tepat kepada orang-orang yang anti Natal.
BERBAGAI ALASAN YANG DIAJUKAN
UNTUK MENENTANG PERAYAAN NATAL
Orang-orang yang anti-Natal mengajukan lebih dari satu alasan dan bahkan mendasarkan alasan-alasan mereka pada Kitab Suci, seolah-olah sikap mereka yang menentang Natal adalah sikap alkitabiah. Tetapi pada dasarnya, mereka hanya menafsirkan bagian-bagian dari Alkitab secara parsial sebatas tujuan dangkal mereka tanpa berusaha memahami firman Allah seutuhnya. Berikut ini adalah beberapa alasan yang mereka ajukan untuk menentang Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen, beserta dengan alasan-alasannya.
1. Orang Kristen dilarang/disalahkan merayakan hari ulang tahun, dan dengan demikian merayakan hari ulang tahun Yesus Kristus [Natal] tentu juga salah.
Alasan yang diajukan:
“Di dalam Kitab Suci,
hanya orang-orang berdosa saja, bukan orang-orang percaya, yang merayakan hari
kelahiran mereka. Perayaan ulang tahun yang dicatat dalam seluruh Alkitab
hanyalah perayaan ulang tahun dari Firaun (Kej. 40:20) dan raja Herodes
(Mat. 14:6; Mark. 6:21). Kedua pesta ulang tahun tersebut
berakhir dengan pembunuhan: pesta ulang tahun Firaun berakhir dengan pembunuhan
kepala juru roti istana dan pesta ulang tahun Herodes berakhir dengan
pembunuhan Yohanes Pembaptis”.
Juga ditambahkan bahwa
Ayub dan Yeremia justru mengutuki hari kelahirannya (Ayub 3:3; Yer.
20:14).
Tanggapan kita:
a) Kalau merayakan hari ulang tahun dilarang karena
dalam Kitab Suci hanya orang-orang jahat yang merayakan hari ulang tahun, maka
dengan cara yang sama kita bisa mengatakan, antara lain, bahwa:
·
orang Kristen dilarang
untuk mencalak mata/alis, karena dalam Kitab Suci hanya dilakukan oleh Izebel (2Raj. 9:30; bdk. Yeh. 23:40), dan ia memang orang jahat;
·
orang Kristen dilarang
untuk menjadi bendahara jemaat, karena dalam Kitab Suci ini hanya dilakukan oleh
Yudas Iskariot (Yoh. 12:6),
penjahat yang tega mengkhianati Guru dan Tuhannya, Yesus. Dalam Kitab Suci
banyak orang menjadi ‘bendahara negara’ tetapi tidak ada bendahara jemaat,
kecuali Yudas Iskariot;
· orang Kristen tidak boleh mandi di sungai karena dalam Kitab Suci hanya puteri Firaun, orang yang tidak percaya Tuhan, yang melakukannya (Kel. 2:5). Naaman bukan mandi, tetapi hanya membenamkan diri di sungai untuk mentahirkan kustanya sesuai dengan perintah Elisa; dan banyak lagi yang lainnya.
b) Bahwa orang jahat/kafir melakukan sesuatu, tidak berarti bahwa orang Kristen tidak boleh melakukan hal itu. Hanya kalau orang kafir melakukan sesuatu yang dilarang oleh Tuhan dan/atau tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, barulah orang Kristen dilarang untuk meniru mereka. Tetapi menyalahkan untuk meniru orang kafir pada saat orang kafir melakukan hal-hal yang dengan sendirinya tidak bisa dikatakan sebagai dosa, seperti mandi, makan, belajar, dan juga merayakan hari ulang tahun dan pernikahan, dsb. adalah suatu fanatisme picik dan ekstrim!
c)
Baik Ayub maupun Yeremia
mengutuki hari kelahirannya, karena penderitaan yang mereka alami. Jadi, saking
menderitanya, mereka berharap mereka tidak pernah dilahirkan. Jadi kalau ayat-ayat
seperti ini dipakai sebagai dasar untuk menentang perayaan hari ulang tahun,
itu betul-betul suatu pengutipan ayat yang ‘di luar konteks’ alias ngawur, dan merupakan suatu
metode penafsiran yang sangat tidak cerdas.
2. Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25 Desember; tanggal kelahiran-Nya tidak diketahui.
Alasan
yang diajukan:
“Karena Allah tidak memberitahu kita tanggal kelahiran Kristus, atau karena Allah menyembunyikan tanggal kelahiran Kristus, itu merupakan bukti bahwa Ia tidak menghhendaki kita untuk merayakannya”. Selain itu, “karena tanggal 25 Desember bukan tanggal kelahiran Kristus, maka kita berdusta kalau kita merayakan hari kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember”.
Tanggapan
kita:
a)
Kalau Allah tidak
memberi tahu kita kapan Kristus dilahirkan, apakah itu merupakan suatu bukti
bahwa Allah tidak menghendaki kita untuk merayakan atau memperingatinya?
Jawabannya, tidak.
·
Kita memang tidak tahu
kapan Yesus dilahirkan. Memang kadang-kadang Allah mengatur sesuatu supaya
tidak diketahui oleh manusia, dan Ia melakukan ini karena Ia tidak menghendaki
manusia untuk berurusan dengan hal itu. Misalnya dalam persoalan kuburan Musa. Ini sengaja disembunyikan, karena Allah
tahu bahwa seandainya bangsa Israel mengetahui tempat itu, mereka mungkin akan
melakukan penyembahan terhadapnya.
·
Dalam Perjanjian Baru
dicatat bahwa orang-orang Kristen yang pertama bertemu dan berkumpul pada hari
pertama (hari Minggu) dari tiap-tiap minggu untuk beribadah (Kis. 20:7; 1 Kor. 16:2). Tetapi tidak
diberitahukan kepada kita waktu yang pasti pukul berapa mereka selalu
mengadakan pertemuan itu. Lalu apakah salah apabila orang-orang Kristen
sekarang ini melaksanakan ibadah atau kebaktian pada hari Minggu pagi (misalnya
pukul 08.00), siang (misalnya pukul 10.30) atau malam (misalnya pukul 19.00).
· Tetapi tidak selalu demikian halnya. Dalam Perjanjian Lama Allah memperkenalkan namaNya kepada Musa (Kel 3:14-15), dan ini jelas menunjukkan bahwa pada saat itu Allah menghendaki bangsa Israel untuk menggunakan nama itu asal tidak dengan sembarangan. Tetapi Allah mengaturnya sedemikian rupa sehingga zaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkan nama Allah tersebut. Akibatnya, sekarang ini orang Kristen menyebutNya sebagai TUHAN, LORD, YEHOVAH, YAHWEH, JAHOWA, dsb. yang merupakan sebutan-sebutan yang bisa saja kurang benar.
b)
Sebetulnya, dengan fakta
yang ada, tanpa dijelaskanpun, kita tahu bahwa Natal (Hari Kelahiran Kristus) memang
tidak terjadi pada tanggal 25 Desember.
·
Zaman
sekarang banyak orang Kristen yang sudah merayakan Natal pada awal Desember,
dan juga tidak sedikit orang Kristen yang masih merayakan Natal pada bulan
Januari (misalnya, Katholik). Fakta ini sudah menunjukkan kepada siapapun yang
tidak membutakan dirinya, bahwa Kristus tidak dilahirkan pada tanggal 25
Desember, dan bahwa kita tidak mengetahui tanggal kelahiranNya.
· Yang penting sebenarnya bagi kita orang Kristen bukan saat/tanggal kelahiran Kristus, tetapi ‘FAKTA’ bahwa Ia sudah lahir untuk kita. Kita ingin membalas kasihNya sedikitnya sekali setahun, dengan merayakan hari kelahiranNya, pada hari yang kita sendiri tentukan.
c)
Orang-orang yang anti-Natal
ini menuduh kita yang merayakan Natal sebagai berdusta, sementara mereka
sendiri, tanpa sadar, telah melakukan fitnahan dengan mengatakan kita berdusta.
Mungkin mereka sebaiknya memperhatikan kata-kata Yesus dalam Matius 7:1-5 tentang menghakimi.
3. Merayakan Natal berarti menilai Kristus menurut daging.
Alasan yang diajukan:
2 Korintus 5:16 - Sebab itu kami tidak lagi menilai seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi menilai-Nya demikian.
Tanggapan
kita:
Mereka yang anti-Natal ini menuduh dengan
menggunakan ayat tanpa mengerti arti ayat itu.
·
Sebagian besar
penafsiran yang diajukan untuk ayat ini adalah bahwa: “Menilai Kristus menurut
daging artinya menganggap Dia hanya sebagai manusia saja. Ini tercermin,
misalnya, dalam pemahaman agama Yahudi pada zaman itu, dimana Mesias dianggap
sebagai raja duniawi yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi.
Sedangkan menilai Kristus secara rohani artinya menilaiNya sesuai dengan ajaran
Kitab Suci, yang menyatakan Kristus bukan hanya sebagai manusia tetapi juga
sebagai Tuhan, Juruselamat, Mesias.”
·
Rupanya mereka yang
anti-Natal hanya mau mempedulikan Yesus sebagai Tuhan tetapi tidak menerima Yesus
sebagai manusia. Ini, maaf, bodoh dan sesat. Keilahian maupun kemanusiaan Yesus
sama pentingnya bagi kita. Tanpa kemanusiaanNya, Ia tidak bisa menderita dan
mati untuk menebus kita dari dosa-dosa kita. Orang yang salah dalam persoalan
kemanusiaan Kristus sama sesatnya dengan orang yang salah dalam persoalan
keilahian Kristus! Paulus sendiri dalam banyak bagian lain, menekankan
kemanusiaan Yesus, seperti dalam 1 Timotius
2:5, Filipi 2:7, dsb.
4. Orang yang hidup dalam Roh tidak membutuhkan peringatan.
Alasan
yang diajukan:
“Karena kita hidup di dalam roh dan hadirat Allah, kita tidak membutuhkan hari atau pesta-pesta atau perayaan atau peringatan agar supaya kita mengingat Dia atau membawa pikiran dan kasih kita kepada-Nya” – dari Internet.
Tanggapan kita:
Ini omongan dari orang yang sok pintar dan sok suci, seakan-akan dia bisa selalu mengingat kasih Tuhan tanpa adanya pengingat apapun. Lalu mengapa Tuhan memerintahkan kita untuk melakukan Perjamuan Kudus? Bukankah itu untuk memperingati dan sekaligus memberitakan kematian Kristus?
Perlu diingat bahwa Allah sendiri menyatakan
atau memberikan banyak hal untuk mengingatkan, dan menyuruh umatNya untuk
melakukan banyak peringatan. Mengapa? Karena Ia tahu bahwa kita mudah sekali
melupakan apa yang seharusnya tidak boleh kita lupakan.
Contoh:
·
Pemberian pelangi (Kej. 9:8-17);
·
Tanda sunat (Kej. 17:3-dst);
·
Paskah / Passover (Kel. 12-13);
·
Perintah tentang 12 batu
peringatan (Yosua 4);
·
Perjamuan Kudus (1Kor. 11:23-26).
5. Natal berasal dari kekafiran.
Alasan
yang diajukan:
“Di dalam 1 Raja-raja 11:4-11 Allah menghukum raja Salomo karena mengikuti isteri-isterinya yang kafir untuk menyembah dewa-dewa mereka. Allah merobek Kerajaannya darinya”.
Tanggapan kita:
a) Asal usul Natal atau Christmas dari kekafiran
bukanlah merupakan sesuatu yang pasti. Ini bisa kita lihat, misalnya, dalam Encyclopedia Britannica 2000 tentang
topik ‘Christmas’ dan ‘from church year Christmas’. Dari kedua
topik dalam Ensiklopedia tersebut bila disimpulkan setidaknya ada 3 asal-usul
Natal tanggal 25 Desember, yaitu:
·
Hari Raya Romawi yang memperingati titik-balik matahari.
·
Hari Lahir Dewa bangsa Iran.
· Ditentukan oleh para penghitung-waktu Kristen (sekalipun dengan cara yang kurang masuk akal).
Namun Alfred Edersheim memberikan asal usul tanggal 25 Desember yang berbeda:
“…tanggal dari hari raya Pentahbisan Bait Allah - bulan Kislew tanggal 25 - kelihatannya telah diadopsi oleh Gereja kuno sebagai tanggal kelahiran dari Tuhan kita yang terpuji - Natal - Pentahbisan dari Bait Allah yang sejati, yang adalah tubuh dari Yesus”. (bdk. Yoh 2:19-22) -‘The Temple’, hal 334.
Perhatikan bahwa point ke 3 dan kutipan dari Alfred Edersheim tidak menunjukkan asal usul kafir!
b) Sekarang ANDAIKATA tanggal
25 Desember itu memang diadopsi dari hari raya kafir, kita perlu
mempertimbangkan apa motivasi
orang-orang Kristen pada masa itu untuk melakukan hal tersebut.
·
Encyclopedia Britannica
2000 tentang topik yang disebutkan dalam point a) menyatakan bahwa ada teori
yang mengatakan bahwa orang-orang Kristen mengadopsi tanggal itu supaya
perayaan Natal menyaingi perayaan kafir tersebut.
· Hal yang mirip dengan itu adalah baik Nebukadnezar maupun Artahsasta disebut dengan istilah ‘raja di atas segala raja’ (Dan. 2:37; Esra 7:12). Tetapi gelar dari raja kafir itu lalu diberikan kepada Yesus/Tuhan (1Tim. 6:15; Wah. 17:14; Wah. 19:16). Mengapa bisa demikian? The International Standard Bible Encyclopedia, vol II menyatakan:
“Gelar ‘Raja segala raja’ lebih menunjukkan otoritas mutlak dari pada keilahian sendiri, digunakan terhadap Allah dan Kristus dalam PB (selalu disertai dengan ‘Tuan segala Tuan’: 1Tim. 6:15; Wah. 17:14; 19:16). Penggunaannya merupakan suatu tanggapan baik oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen terhadap praktek pendewaan penguasa-penguasa politik duniawi” - hal 508.
Jadi orang-orang Kristen menampilkan Yesus/Tuhan sebagai saingan terhadap raja-raja kafir yang didewakan oleh rakyat kafir mereka. Apakah ini juga mau kita anggap berasal dari kafir? Kalau mau dikatakan berasal dari kafir, memang jelas berasal dari kafir. Tetapi apakah kita mau menyalahkan motivasi mereka, yang sebetulnya bisa dikatakan sebagai ‘mulia’? Demikian juga, andaikata Natal memang diambil dari kafir, tetapi motivasinya adalah untuk menyaingi hari-hari raya kafir, itu adalah sesuatu yang ‘mulia’, dan bertujuan untuk memuliakan Tuhan.
Apa maksudnya orang-orang Kristen menyaingi hari-hari raya kafir itu? Mungkin orang-orang Kristen tertentu sering menghadiri hari raya kafir, dan pada saat-saat seperti itu biasanya mereka jatuh ke dalam dosa-dosa tertentu, seperti penyembahan berhala, perzinahan, makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala, dan sebagainya. Karena itu gereja lalu menetapkan Natal dengan tanggal tersebut, supaya orang-orang Kristen itu merayakan Natal di gereja, dan tidak pergi ke perayaan-perayaan kafir. Ini sama halnya seperti gereja mengadakan acara pada malam Tahun Baru (tanggal 31 Desember). Dari pada jemaatnya pergi ke tempat-tempat hiburan yang tidak karuan, lebih baik mereka diarahkan untuk pergi ke gereja. Hanya orang bodoh dan tidak rohaniah yang akan menyalahkan hal seperti ini!
c) Dalam Kristen maupun dalam kehidupan kita sehari-hari ada banyak hal yang berasal dari kekafiran, tetapi tetap dipertahankan, setelah dibuang kekafirannya. Berikut ini adalah beberapa contohnya:
1) Gelar ‘raja di atas segala raja’ yang sudah dijelaskan dalam point b) di atas.
2) Kata ‘Behold’ / ‘Sesungguhnya’ dalam Yesaya 7:14 diambil dari kekafiran dan diterapkan pada kelahiran Kristus.
KJV: ‘Therefore
the Lord himself shall give you a sign; Behold, a virgin shall
conceive, and bear a son, and shall call his name Immanuel’.
Alkitab TB: ‘Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel’.
Ini bisa kita baca dengan jelas dalam bukunya E.J. Young:
‘Behold!’ (Sesungguhnya) ... Kata itu juga muncul dalam teks-teks dari Ugarit. ... Di Ugarit kata itu digunakan untuk mengumumkan kelahiran allah-allah/dewa-dewa, makhluk-makhluk yang tidak mempunyai keberadaan yang merupakan sebagian dari jaringan takhyul yang meliputi dunia kafir kuno. Tetapi di bibir Yesaya, formula ini diangkat dari konteks kafir kunonya dan digunakan untuk mengajukan pengumuman tentang kelahiran dari satu-satunya ‘Makhluk’ yang sungguh-sungguh adalah Tuhan dan Raja - ‘The Book of Isaiah’, vol I, hal 284-285.
Kalau Yesaya boleh menggunakan kata yang berasal dari orang kafir dalam urusan berhala mereka, dan menggunakannya untuk menubuatkan kelahiran Kristus, mengapa orang Kristen zaman sekarang menolak Natal dengan alasan itu berasal dari orang kafir/penyembah berhala?
3) Kata Yunani THEOS (= Allah) mungkin juga berhubungan dengan kekafiran, seperti yang disampaikan oleh Bavinck di bawah ini.
Dahulu dipercaya bahwa kata Yunani THEOS adalah kata turunan dari TITHENAI, THEEIN, THEASTHAI. Sekarang ini beberapa ahli bahasa menghubungkannya dengan Zeus, Dios, Jupiter, Deus, Diana, Juno, Dio, Dieu. Ditafsirkan demikian, maka kata itu menjadi identik dengan kata Sansekerta ‘deva’, ‘langit yang bersinar’, dan berasal dari kata ‘div’ yang berarti ‘bersinar’. Tetapi para ahli bahasa yang lain menyangkal semua hubungan asal usul kata antara kata Yunani THEOS dan kata Latin DEUS dan menghubungkan kata THEOS itu dengan akar kata THES dalam THESSASTHAI, yang berarti ‘menginginkan’, ‘meminta/ memohon’ - ‘The Doctrine of God’, hal 98-99.
4) Istilah dalam Wahyu 1:4 yang digunakan untuk Allah juga mempunyai banyak kemiripan dengan istilah-istilah yang digunakan terhadap dewa kafir.
Wahyu 1:4, “Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya”.
Untuk jelasnya, bisa kita perhatikan apa yang dituliskan Barnes berikut:
Barnes’ Notes (tentang Wahyu 1:4): “Merupakan sesuatu yang luar biasa bahwa ada beberapa teks dalam prasasti-prasasti dan tulisan-tulisan kafir yang mengandung suatu kemiripan yang sangat kuat dengan bahasa/ungkapan yang digunakan oleh Yohanes di sini berkenaan dengan Allah. Sesuai dengan itu, Plutarch (De Isa. et Osir., p 354.), berbicara tentang kuil dari Isis, di Sais, di Mesir, berkata: ‘Itu mengandung tulisan ini - ‘Aku adalah semua yang dahulu ada, dan sekarang ada, dan yang akan datang, dan tidak seorangpun bisa menyingkirkan cadar(?)ku’’ - ... Demikian juga Orpheus (in Auctor. Lib. de Mundo), ‘Yupiter adalah kepala, Yupiter adalah tengah-tengah, dan segala sesuatu dibuat oleh Yupiter’. Demikian juga dalam Pausanias (Phocic. 12), ‘Yupiter ada dahulu; Yupiter ada sekarang; Yupiter akan ada’.” - hal 1543.
5) Seluruh Tanah Kanaan dulunya adalah negeri kafir yang dipenuhi dengan penyembahan berhala. Tetapi Tuhan mengambilnya dan memberikannya kepada bangsa pilihanNya, dan Tanah Kanaan lalu menjadi Tanah Suci, dan Bait Allah dibangun di sana.
6) Bahasa Yunani juga merupakan bahasa bangsa kafir, tetapi lalu diambil dan digunakan sebagai bahasa asli dari Kitab Suci, terutama Perjanjian Baru.
7) Kita orang-orang
(bangso!) Batak tidak perlu malu mengakui bahwa di zaman dulu, sebelum
Kekristenan masuk ke Tanah Batak, hampir seluruh instrumen musik Batak
berbalutkan kekafiran. Mulai dari pencarian bahan-bahan yang diperlukan [misalnya,
bambu untuk seruling (suling), batang
kayu untuk kecapi (hasapi), besi
untuk gong (ogung), dlsb.], waktu
pembuatannya bahkan peruntukannya untuk apa dan siapa alat-alat musik tersebut
dimainkan hampir semuanya diiringi dengan ritual berhala.
Seruling (suling), misalnya,
dahulu tidak jarang digunakan pemuda Batak untuk memikat (mandormai) gadis pujaannya - dengan cara mencari bambu khusus (bulu
na hapuloan) untuk bahannya, dan waktu untuk melobanginya tepat pada tengah
hari diiringi ratapan (andungandung)
burung elang madu (hulishulis) yang
terbang tinggi berputar-putar menuju ke langit karena putus asa tak kunjung
menemukan madu, sambil ditaburi dan dipoles dengan pembacaan mantera pemikat
tertentu (ditabastabasi). Kalangan
orangtua juga ada kalanya menggunakan alat musik yang sama, dikombinasikan
dengan alat musik lainnya - misalnya kecapi (hasapi) - untuk memanggil roh (begu)
dari tempat keramat (parsombaonan)
agar memasuki medium (sorangan) yang
sudah dipersiapkan untuk acara pemanggilan roh (pasiarhon) tersebut. Demikian juga halnya dengan berbagai instrumen
musik Batak lainnya.
Tetapi orang Batak Kristen mana yang tidak larut dalam kekhidmatan
pemujaan kepada TUHAN yang Benar dan Hidup, ketika mendengar lagu “ARBAB” – salah
satu dari sekian banyak kidung pujian ciptaan Bapak Drs. Bonar (Gorga) Gultom untuk
paduan suara – dilantunkan sambil diiringi dengan perangkat musik Batak lengkap
(gondang sabangunan). Hati dan
pikiran kita digerakkan dan diangkat oleh alunan melodi dan hentakan musik
pengiring lagu tersebut tertuju kepada Allah Yang Mahakuasa dan Mahapengasih
yang mencurahkan karunia-karunia dan talenta-talenta kepada mereka semua yang sedang
mengumandangkan lagu pujian tersebut.
Kesimpulannya adalah bahwa karena dunia ini
dulunya (sebelum Kristus datang) hampir seluruhnya kafir, adalah mustahil bagi
kita untuk menghindari hal-hal yang berasal dari kekafiran. Jadi selama
kekafiran itu bisa disaring dan/atau dibersihkan, tidak jadi soal dengan
hal-hal yang berasal-usul kafir kita bawa ke dalam Kekristenan.
PENUTUP
Dengan memperhatikan semua uraian di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa perayaan Natal tidak perlu dan tidak berdasar untuk
dihapuskan. Perayaan Natal bagi orang Kristen sangatlah berguna. Yang penting
sebenarnya bagi kita orang Kristen bukan saat/tanggal kelahiran Kristus, tetapi
‘FAKTA’ bahwa Ia sudah lahir untuk
kita. Tetapi supaya perayaan
Natal itu tidak menjadikan tersandung orang-orang tertentu, mari kita
memurnikan perayaan Natal tersebut. Perlu senantiasa berhati-hati supaya tidak
memasukkan unsur-unsur yang salah ke dalam perayaan Natal. Juga selalulah
membuatnya berguna dan membangun, baik dengan memberitakan Injil, mengadakan
acara untuk mengakrabkan persaudaraan, dan juga mengambil waktu secara pribadi
untuk merenungkan kasih Tuhan pada Hari Natal, supaya kita bertumbuh dalam
kasih kepada Tuhan melalui perayaan Natal tersebut. AMIN.
Comments
Post a Comment