Simon Orang Kirene

SIMON ORANG KIRENE

PEMIKULAN PAKSA BERBUAHKAN KESELAMATAN

 

Ditulis oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

 

“Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus” (Markus 15:21).

 

PEMIKULAN SALIB OLEH YESUS

 

Pelaksanaan Hukuman Mati Yesus

Kalu kita mengikuti kisah hukuman mati, dengan penyaliban, bagi Yesus dan kita membandingkan proses eksekusi hukuman tersebut dengan eksekusi hukuman mati di berbagai belahan dunia dari zaman ke zaman, sungguh betapa kejinya yang harus dijalani Tuhan kita. Dari Alkitab, khususnya dari Injil Yohanes, terlihat jelas bahwa begitu Pontius Pilatus menyetujui hukuman mati untuk Yesus, maka hukuman mati itu cepat-cepat dilaksanakan. Eksekusi hukuman mati Yesus dilaksanakan pada hari yang sama dengan hari saat putusan itu dijatuhkan oleh orang banyak – dan disahkan Pontius Pilatus.

Pada umumnya, di negara atau bangsa yang beradab eksekusi hukuman mati dilaksanakan setelah jangka waktu tertentu dari saat vonis dijatuhkan. Bahkan dewasa ini, pelaksanaannya bisa dilakukan setelah bertahun-tahun. Menurut para ahli hukum hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan adanya hal-hal baru yang muncul, yang bisa saja membatalkan pelaksanaan hukuman mati tersebut. Tetapi dalam kasus Yesus, itu tidak terjadi. Orang banyak (bangsa Yahudi) cepat-cepat berusaha melaksanakan hukuman mati Yesus.

Bila kita tinjau dari sudut tokoh-tokoh Yahudi, hal itu tidaklah mengherankan. Mereka jelas takut ada hal-hal tertentu muncul atau terjadi yang menyebabkan hukuman mati Yesus itu dibatalkan/tidak jadi dilaksanakan. Jadi mereka memaksa Pontius Pilatus agar eksekusi dilaksanakan pada hari itu juga.

Tetapi dari sudut Pontius Pilatus, itu mengherankan. Pilatus sebenarnya berhak untuk mengharuskan adanya jangka waktu tertentu untuk kasus Yesus. Lalu, mengapa ia tidak melakukannya? Sebagian besar penafsir mengajukan bahwa karena sebelumnya ia sudah ‘mengalah’ dalam persoalan hukuman mati terhadap Yesus (ia sebenarnya tahu Yesus tidak bersalah, tetapi ia tetap menyetujui hukuman mati tersebut karena desakan orang-orang Yahudi), maka apa bedanya apabila dalam hal pelaksanaannya ia mengalah lagi.

 

Pemikulan Salib

Salib yang sesungguhnya sangat berbeda dengan apa yang sering kita bayangkan. Bayangan kita tentang salib tentu saja terpengaruh oleh bentuk-bentuk salib yang kita lihat sekarang ini. Salib pada kalung yang sering dipakai orang atau salib yang digantungkan di rumah pastilah merupakan salib yang kecil, ringan, halus dan bahkan indah! Salib yang asli adalah dari kayu/pohon yang panjang dan tebal yang harus bisa menyangga orang yang akan disalibkan. Selain itu, kayu/pohon tersebut tidak diperbagus atau dibentuk sehingga salib yang dihasilkan bukan hanya berat tetapi juga kasar.

Memang disengaja demikian karena pemikulan salib merupakan bagian dari hukuman. Jadi adalah suatu bagian dari hukuman yang umum dari mereka yang disalibkan bahwa mereka harus memikul salib mereka sendiri ke tempat eksekusi. Yesus, Anak Domba Allah, juga digiring ke tempat penyaliban sambil memikul salib-Nya sendiri. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam nubuat Yesaya. “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian” (Yesaya 53:7a). Peristiwa ‘Yesus memikul salib-Nya sendiri’ mengingatkan kita akan ‘Ishak yang memikul kayu bakarnya sendiri’ (Kej. 22:6). Karena hal inilah banyak penafsir mengatakan bahwa Ishak adalah Tipe Kristus.

Bagi Kristus sendiri, yang baru saja disiksa, dianiaya, dicambuki, pemikulan salib itu bukan hanya berat, tetapi juga pastilah sangat menyakitkan, karena kayu salib yang berat dan kasar itu harus dipikul di atas pundak-Nya yang sudah hancur penuh dengan luka cambukan. Tindihan dan sentakan dari salib itu akan menimbulkan rasa sakit yang baru di atas rasa sakit yang belum lama sebelumnya.

Ada yang mengatakan bahwa dalam perjalanan memikul salib sering kali orang hukuman itu dicambuki di sepanjang jalan. Juga disebutkan selain dicambuki si terhukum didorong dengan tongkat supaya ia tetap berdiri pada kakinya, pada waktu ia berjalan terhuyung-huyung menuju tempat penyaliban.

Rute pemikulan salib, yang dalam kasus Yesus disebut ‘Via Dolorosa’, selalu dipilih yang sejauh mungkin. Tujuannya adalah agar sebanyak mungkin orang bisa melihat penghukuman penjahat itu dan dengan demikian takut untuk melakukan kejahatan. Ini benar-benar merupakan sesuatu yang merendahkan dan mempermalukan Yesus, karena hal ini menjadikan Dia ‘tontonan’ bagi orang banyak. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ada alasan lain untuk hal ini. Dipilih jalan yang panjang supaya jika ada seseorang yang bisa memberi kesaksian membela si terhukum, orang itu bisa maju ke depan dan melakukannya. Bila demikian halnya, proses penyaliban itu dihentikan dan kasusnya diperiksa ulang. Tetapi sungguh sangat menyedihkan bahwa dalam kasus Kristus tidak ada seorangpun yang berani maju ke depan untuk membela Dia!

 

SIMON ORANG KIRENE MEMBANTU MEMIKUL SALIB

Injil Matius, Markus dan Lukas menyatakan bahwa Simonlah yang memikul salib Yesus, tetapi Yohanes berbeda dalam hal ini dari ketiga Injil tersebut. “Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota” (Yoh. 19:17). Namun Yohanes tidak menceritakan tentang Simon dari Kirene yang memikul salib Yesus (Mat. 27:32). Dari gabungan ke empat Injil ini dapat disimpulkan bahwa mula-mula Yesus memikul salib-Nya sendiri dan, setelah Ia ambruk karena tidak kuat lagi, Simon orang Kirene ikut membantu memikul salib itu.

 

Bagaimana Simon Memikul Salib Yesus

Sebagian besar penafsir menganggap bahwa Simon dari Kirene hanya memikul sebagian dari salib. Jadi ia bukan menggantikan Kristus tetapi membantu-Nya untuk memikul salib. Hal ini sesuai dengan Lukas 23:26b yang mengatakan ‘dipikulnya sambil mengikuti Yesus’. Terjemahannya secara harfiah bisa dikatakan: ‘memikulnya di belakang Yesus’.

Para prajurit Romawi ‘memaksa’ Simon untuk memikul salib Kristus. Kata dalam bahasa Yunani untuk ‘dipaksa’ ini adalah sebuah istilah militer. Itu berarti bahwa dia dipaksa secara militer atau wajib militer untuk melakukannya. Ia bukan salah satu dari murid Kristus. Bahkan ia baru pada saat itu melihat Yesus untuk pertama kalinya. Namun prajurit Romawi meletakkan salib itu di atas bahunya. Dia ‘dipaksa’ untuk memikul salib sang Juruselamat.

Kitab Suci tidak mengatakan mengapa para prajurit Romawi memaksa Simon untuk memikul salib Yesus. Kita hanya dapat menduga bahwa, dengan segala kemungkinan, Yesus terlalu lemah untuk membawanya lebih jauh – karena kita dapat memastikan bahwa para tentara yang kejam ini tidak mungkin memperlakukan Juruselamat yang telah berlumuran darah itu dengan baik, atau dengan simpati. Dalam kelemahan dan kondisi-Nya yang sudah sekarat, tampaknya Yesus tidak bisa memikul salib-Nya lebih jauh.

Prajurit Romawi dalam hal ini sebenarnya tidak ingin menolong Yesus. Mereka memaksa Simon membantu memikul salib Yesus tiada lain hanyalah agar jangan sampai Yesus pingsan di bawah salib itu dan mati. Bila hal sedemikian terjadi, itu menghalangi hal-hal jahat selanjutnya yang telah mereka rencanakan. Jadi, Yesus ‘ditolong’ di perjalanan memikul salib itu supaya bisa disiksa lebih banyak lagi!

 

Siapakah Simon Itu?

Kita diberitahu dalam teks di awal tulisan ini (Mark. 15:21), bahwa Simon adalah seorang Kirene. Itu artinya ia datang dari Kirene. Kirene adalah sebuah kota besar di Libya, Afrika Utara, di sebelah Barat dari Mesir. Sejumlah besar orang-orang Yahudi tinggal di sana. Sudah lama sekali orang-orang Yahudi ada di sana, dan mereka telah melakukan perkawinan campur dengan orang-orang bukan Yahudi. Jadi banyak penafsir yang mengatakan bahwa Simon itu adalah seorang Yahudi Afrika berkulit hitam. Seperti halnya orang-orang Yahudi yang lain, mereka yang di Kirene inipun mempunyai kebiasaan untuk pergi ziarah ke Yerusalem, terutama pada perayaan Paskah.

Mungkin Simon telah hidup hemat dan menabung uang selama bertahun-tahun untuk melakukan perjalanan jauh ke Yerusalem dengan maksud mengikuti perayaan Paskah besar di sana. Teks Markus kita di sini memberitahu kita bahwa dia ‘baru datang dari luar kota’. Tetapi persis pada waktu ia sampai di Yerusalem, ia bertemu dengan Yesus yang memikul salib, dan Yesus jatuh karena tidak kuat memikul salib itu. Lalu parajurit Romawi memaksanya untuk memikul salib itu. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Simon. Ia pergi ke Yerusalem untuk merayakan Paskah, yang merupakan suatu keinginan dalam hidupnya, tetapi ia mendapati dirinya memikul salib Yesus. Pasti hatinya dipenuhi kepahitan terhadap prajurit Romawi itu, dan mungkin juga terhadap ‘si terhukum’ ini yang telah melibatkan dirinya dalam ‘kejahatan-Nya’.

 

Kepahitan Yang Berbuah Pertobatan/Keselamatan

Teks kita menyatakan, “Pada waktu itu lewat seorang yang bernama Simon, orang Kirene, ayah Aleksander dan Rufus, yang baru datang dari luar kota, dan orang itu mereka paksa untuk memikul salib Yesus” (Mark. 15:21). Dalam ayat ini Simon diperkenalkan sebagai ayah dari Aleksander dan Rufus. Kita tidak umum memperkenalkan seseorang dengan nama anak-anaknya, kecuali anak-anak tersebut sangat dikenal oleh masyarakat atau audiens kepada siapa kita memperkenalkan orang itu. Lalu siapakah Aleksander dan Rufus ini?

Aleksander: Ada yang menganggap bahwa mungkin Aleksander ini adalah orang yang sama dengan yang dibicarakan dalam Kisah Para Rasul 19:33, “Lalu seorang bernama Aleksander didorong ke depan oleh orang-orang Yahudi. Ia mendapat keterangan dari orang banyak tentang apa yang terjadi. Segera ia memberi isyarat dengan tangannya dan mau memberi penjelasan sebagai pembelaan di depan rakyat itu”.

Rufus: Ada kesepakatan umum bahwa Markus menuliskan Injilnya kepada jemaat di Roma. Karena itu, mari kita lihat surat Paulus kepada jemaat di Roma. Di antara salam-salam yang disampaikannya akhirnya ia menulis: “Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu” (Roma 16:13). Jadi, dalam jemaat Roma ada Rufus, seorang Kristen yang disebut sebagai salah seorang pilihan Allah, dengan ibunya yang begitu dikasihi Paulus sehingga Paulus menyebutnya sebagai ibunya. Bisa jadi bahwa ini adalah Rufus yang sama dengan Rufus yang adalah anak dari Simon, dan bahwa ibunya adalah isteri dari Simon.

Kalau semuanya ini benar, ini menunjukkan bahwa isteri dan kedua anak Simon menjadi orang-orang Kristen. Hal ini bisa terjadi karena mungkin Simon telah lebih dulu menjadi Kristen, yang kemudian diikuti oleh keluarganya. Dan sangat mungkin pertobatan Simon terjadi pada saat ia memikul salib Yesus.

William Barclay mengatakan: “Bisa jadi bahwa pada saat ia memandang kepada Yesus, kepahitan Simon berbalik menjadi keheranan dan akhirnya menjadi iman; sehingga ia menjadi orang Kristen; dan keluarganya menjadi jiwa-jiwa yang paling berharga dalam gereja Roma. Merupakan sesuatu yang memungkinkan bahwa Simon dari Tripoli berpikir bahwa ia akan mewujudkan ambisi hidupnya, untuk akhirnya bisa merayakan Paskah di Yerusalem; bahwa ia mendapati dirinya, sangat bertentangan dengan kehendaknya, mengangkat salib seorang kriminil; bahwa pada saat ia memandang, kepahitannya berbalik menjadi keheranan dan menjadi iman; dan bahwa dalam hal yang kelihatannya merupakan aib baginya ia menemukan seorang Juruselamat” – hal. 283.

Ini bisa kita bandingkan dengan 2 Korintus 7:9-10: “Namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami. Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian”.

Dan untuk hal ini juga perlu kita tambahkan komentar C. H. Spurgeon berikut ini:

Kita diberitahu [Simon] adalah ayah Aleksander dan Rufus ...Tentunya Markus mengenal kedua anak laki-laki ini, atau jika tidak, dia tidak akan menyebutnya, mereka pasti sudah akrab di gereja, atau jika tidak demikian ia tidak akan menjelaskan tentang ayah mereka. Adalah ayah mereka yang memikul salib itu. Hal ini sangat mungkin bahwa Rufus ini adalah orang yang Paulus sebutkan dalam pasal terakhir suratnya kepada jemaat di Roma, bagi Markus sama dengan Paulus, dan dengan cara ini mereka menunjukkan bahwa mereka mengenal Simon dan Rufus. Paulus menulis, “Salam kepada Rufus, orang pilihan dalam Tuhan, dan salam kepada ibunya, yang bagiku adalah juga ibu.” Ibu [Rufus] nampaknya begitu keibuan sehingga ia dianggap sebagai ibu juga oleh Paulus sama seperti Rufus ... itu akan menunjukkan bahwa [Simon], istrinya, dan kedua putranya semua menjadi para petobat kepada Tuhan kita setelah ia memikul salib itu ... Oh, betapa berkat bagi pria ini juga dialami oleh anak-anaknya! Berdoalah, Saudara-saudaraku yang terkasih, kiranya Anda memiliki anak seperti Aleksander dan Rufus, yang membuat Anda dikenang karena telah menjadi ayah mereka (CH Spurgeon, "The Great Cross-Pembawa dan Pengikut," Metropolitan Mimbar Kemah Suci, Pilgrim Publications, 1973 reprint, volume XXVIII, hal. 562-563).

Selain membuahkan pertobatan/keselamatan, pemikulan salib ini juga memberikan penghormatan kepada Simon orang Kirene ini. “Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya” (Ibr. 12:11).

Matthew Henry mengatakan: “Salib itu merupakan suatu beban yang sangat berat dan mengganggu: tetapi ia yang memikulnya beberapa menit, memperoleh kehormatan dengan mendapati namanya tercatat dalam Alkitab, sekalipun sebetulnya ia merupakan orang yang tidak dikenal; sehingga dimanapun Injil ini diberitakan, hal ini akan diceritakan sebagai suatu peringatan tentang dia”.

 

REFLEKSI

Adalah jalan keselamatan bagi Simon dengan “dipaksa” untuk memikul salib Kristus. Dia tidak menyadari bahwa langkahnya diarahkan oleh providensi ilahi! Tuhan telah menuntun dia untuk berada di sana, di saat yang tepat, untuk memikul salib Yesus! Tuhan bertindak secara misterius untuk menunjukkan Keajabian-Nya. Pada waktu itu, Simon tidak menyadari bahwa providensi perjumpaannya dengan Kristus akan mengubah seluruh jalan hidupnya dan keluarganya.

Dalam sejarah Kekristenan tidak jarang orang-orang Kristen yang terbaik adalah mereka yang mengenakan kuk Kristus atas mereka yang pada mulanya tampak seperti “dipaksa” ke dalam keselamatan oleh “anugerah yang tak dapat ditolak”. Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku…Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan” (Matius 11:28-30).

Para petobat terbesar sering kali adalah orang-orang yang berada di bawah keinsafan akan dosa atau konviksi terbesar - sehingga ketika mereka datang kepada Yesus, mereka merasa bahwa kuk-Nya itu enak, dan beban-Nya ringan! Orang-orang seperti Martin Luther, John Bunyan, John Wesley, George Whitefield dan C.H. Spurgeon merasa sangat lega ketika mereka diampuni oleh Yesus dan kemudian tampak ringan menanggung kuk-Nya. Mereka pergi untuk bekerja bagi Kristus dengan sekuat tenaga, dan tidak pernah berhenti seumur hidup mereka!

Yesus rela memikul salib demi kita. Sekarang maukah kita memikul salib dan menderita karena Dia? Yesus sendiri memerintahkan kita untuk memikul salib. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24). Jadi bagi orang Kristen, pemikulan salib merupakan sesuatu yang tak terhindarkan. Kita orang-orang Kristen selayaknyalah meneladani apa yang dinyatakan Paulus kepada jemaat Kolose: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol. 1:24). Salib, atau beban yang berat dan menyedihkan, sering berguna bagi kita. Kalau tidak, Allah tidak akan mengijinkan itu menimpa kita (bdk. Roma 8:28). Yang pasti, jika kita mau memikul salib, mahkota  tersedia bagi kita di sorga kelak.

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih