Kita Adalah Anak-Anak Allah

KITA ADALAH ANAK-ANAK ALLAH

1 Yohanes 3:1-7

 

Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

 

1  Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.

2  Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

3  Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci.

4  Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.

5  Dan kamu tahu, bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa, dan di dalam Dia tidak ada dosa.

6  Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.

7  Anak-anakku, janganlah membiarkan seorangpun menyesatkan kamu. Barangsiapa yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus adalah benar.

(1 Yohanes 3:1-7)

  

PENDAHULUAN

Relasi manusia dengan Allah terjadi karena kasih Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Kasih Allah dinyatakan kepada semua orang melalui pengorbanan Yesus Kristus (Yoh. 3:16). Orang-orang yang percaya kepada Yesus dan merespon kasih yang dikaruniakan Allah Bapa itu bukan lagi seteru Allah melainkan beroleh status baru dan posisi baru sebagai anak-anak Allah (ay. 1).

Tentunya, status yang baru ini akan membuat cara hidup dan pola pikir kita orang-orang percaya diperbaharui, dan dampak selanjutnya adalah kehidupan kita diperbaharui. Karena itu kita anak-anak Allah sewajarnyalah memiliki cara hidup, pola pikir dan kehidupan seperti yang dikehendaki Allah.

 

ORANG PERCAYA SEBAGAI ANAK-ANAK ALLAH

Kita orang percaya atau orang Kristen bisa menjadi anak-anak Allah karena kasih karunia Allah (ay. 1). Kita dipilih Allah menjadi anak-anak-Nya bukan karena Allah melihat lebih dulu bahwa ada sesuatu yang baik yang akan ada dalam diri kita seperti anggapan kalangan Arminian. Jika demikian halnya, maka itu bukan kasih karunia Allah, dan pendapat seperti itu jelas bertentangan dengan Roma 9:11 yang menyatakan bahwa “…pemilihan-Nya diteguhkan bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya”.

Dengan status anak-anak Allah sewajarnyalah kita memiliki cara hidup seperti yang dikehendaki Allah. Agar supaya cara hidup kita sesuai dengan yang Allah kehendaki maka ada dua hal yang harus kita wujudnyatakan dalam kehidupan kita. Yang pertama adalah kita harus tinggal di dalam Kristus (1 Yoh. 2:28), dan yang kedua adalah kita hendaknya menaruh pengharapan di dalam Kristus (ay. 2).

Tinggal di dalam Kristus tidaklah ditandai oleh aksesori kristiani seperti tanda salib, Alkitab atau pakaian tertentu, namun ditandai oleh gaya hidup yang semakin menyerupai Kristus atau semakin sesuai dengan kehendak Allah yang telah disampaikan dalam Alkitab. Dengan kata lain, anak-anak Allah itu akan menjalani kehidupan yang suci, sama seperti Kristus adalah suci (ay. 3).

Menaruh pengharapan di dalam Kristus berarti anak-anak Allah memiliki pengharapan bahwa dirinya sedang berubah menuju kesempurnaan hidup, dan kelak akan menjadi serupa dengan Kristus. Pengharapan ini merupakan dorongan bagi anak-anak Allah untuk menjalani kehidupan dengan segala kondisinya (kelimpahan, kekurangan, sukacita, penderitaan, keberhasilan, pergumulan, dsb.) sebagai bagian dari proses penyempurnaan yang Allah kerjakan.

 

KEADAAN ANAK-ANAK ALLAH SEKARANG INI

Fakta bahwa kita adalah anak-anak Allah seringkali tidak terlihat pada saat ini. Inilah yang dinyatakan dalam ay. 1b yang menunjukkan bahwa sekalipun kita adalah anak-anak Allah tetapi dunia tidak mengakui hal itu dan tidak memperlakukan kita sebagai anak-anak Allah, karena dunia tidak mengenal Allah (bdk. Yoh. 16:1-3). Iblis bekerja sedemikian rupa untuk mengaburkan status kita kepada dunia sehingga hampir tidak bisa disimpulkan dari keadaan kita sekarang ini bahwa Allah adalah Bapa kita.

Untuk ini, John Calvin (hal. 204) memberikan penjelasan berikut. Keadaan kita sekarang ini sangat jauh dari kemuliaan sebagai anak-anak Allah. Karena berkenaan dengan tubuh kita, kita adalah debu dan bayangan, dan kematian selalu ada di depan mata kita. Kita juga menjadi sasaran dari seribu kesengsaraan, dan jiwa kita terbuka terhadap kejahatan/bencana yang tak terhitung banyaknya, sehingga kita selalu menjumpai neraka dalam diri kita. Karena itu kita tidak boleh mengarahkan pikiran kita pada hal-hal yang sekarang ini supaya kesengsaraan-kesengsaraan jangan menggoncangkan iman kita. Kita harus memandang dan percaya pada apa yang belum terlihat.

 

KEADAAN ANAK-ANAK ALLAH KELAK

Pada saat Yesus menyatakan diri-Nya (ay. 2b), yaitu saat Yesus datang kembali, kita akan menjadi seperti Dia. Ini terjadi karena Dia akan mengubah tubuh kita yang hina sehingga menjadi seperti tubuh-Nya yang mulia (Fil. 3:21). Dan pada saat itulah kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (ay. 2), karena kita akan melihat muka dengan muka dan mengenal-Nya dengan sempurna (1 Kor. 13:12). Dalam keadaan-Nya yang sebenarnya, orang-orang yang tidak percaya akan melihat Dia sebagai Hakim yang mengerikan, sedangkan kita akan melihat Dia sebagai Sahabat.

Dengan demikian, kita orang percaya “yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya (mestilah) menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci” (ay. 3). Dalam Alkitab, kata ‘pengharapan’ yang digunakan dalam arti seperti ini selalu dimaksudkan sebagai pengharapan yang pasti (mis. Tit. 1:2; Ibr. 10:23). Ini ditegaskan oleh kata ‘kita tahu’ dalam ay. 2, yang artinya kita tahu kebenaran yang kita harapkan. Jadi setiap orang yang mempunyai pengharapan untuk melihat Kristus dan menjadi seperti Kristus, haruslah menyucikan dirinya.

 

ANAK-ANAK ALLAH TIDAK BERBUAT DOSA LAGI

Mengetahui tujuan kekal kita, yaitu untuk melihat muka dengan muka dan bertemu dengan Kristus, serta memiliki pengharapan akan mencapai tujuan itu, pastilah memotivasi kita untuk memelihara kekudusan hidup. Bila kita tahu bahwa akhir hidup kita adalah berjumpa dengan Yesus, tentu saja sejak sekarang kita ingin melayani Dia, ingin hidup menyenangkan Dia, dan tidak ingin berbuat dosa lagi (ay. 6).

Perlu dicatat bahwa kata ‘berbuat dosa’ di sini dalam bahasa Yunani aslinya ada dalam bentuk present tense (Strong #264). Jadi yang dimaksud berbuat dosa dalam nas ini bukanlah kalau seorang anak Tuhan jatuh ke dalam dosa, tetapi orang yang menjalani kehidupan di dalam dosa atau kehidupan yang terus berdosa, dengan kata lain berbuat dosa sebagai suatu kebiasaan. Kata yang sama dengan bentuk present tense yang sama kita temukan dalam Yohanes 8:34: “Kata Yesus kepada mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa.

Dengan demikian, setiap orang yang mempunyai kebiasaan berbuat dosa, juga mempunyai kebiasaan melanggar hukum Allah, “sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah” (ay. 4). Kita sebagai anak-anak Allah sangat penting mengetahui hal ini, karena langkah pertama menuju kehidupan yang kudus adalah mengenali hakekat yang sebenarnya dan aspek kejahatan dari dosa, yaitu pemberontakan aktif terhadap kehendak Allah dan pelanggaran terhadap hukum-Nya yang kudus.

 

YESUS MENYATAKAN DIRINYA UNTUK MENGHAPUS SEGALA DOSA

Ia telah menyatakan diri-Nya” dalam ay. 5 menunjuk pada kedatangan Yesus yang pertama dan mencakup kematian-Nya di kayu salib, dengan tujuan untuk menghapus segala dosa (bdk. Yoh. 1:29). Kemudian Rasul Yohanes menambahkan bahwa di dalam Dia tidak ada dosa. Ini juga ada dalam bentuk present tense, yang berarti bahwa baik sebelum Kristus datang ke dunia ini, saat Kristus menjadi manusia maupun saat Kristus sudah ada di surga, sifat dasar-Nya yang hakiki dan kekal adalah tidak berdosa.

Dampak dari penghapusan dosa yang dilakukan Yesus adalah bahwa “setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi”, namun sebaliknya, “setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia” (ay. 6). Yang dimaksud dengan ‘tidak melihat dan mengenal Dia’ di sini adalah tidak percaya kepada Kristus. Sebab orang-orang yang tidak percaya kepada Kristuslah yang berbuat dosa terus menerus, sebaliknya, orang-orang percaya/Kristen pasti menyucikan dirinya. Ini berarti, tidak seorangpun yang hidup di dalam Kristus terus menerus berbuat dosa, dan tidak seorangpun yang terus menerus berbuat dosa percaya kepada Kristus.

 

REFLEKSI

Jika orang-orang yang percaya kepada Kristus mengalami penderitaan di dunia ini, kita tidak perlu heran, karena dunia tidak pernah menerima Yesus Kristus sebagai Anak Allah sehingga dunia juga menolak kita para pengikut Yesus. Namun penderitaan dan penganiayaan yang orang-orang Kristen alami justru merupakan bukti nyata bahwa kita adalah benar anak-anak Allah.

Yesus menyatakan diri-Nya menjadi manusia untuk menghapus segala dosa. Setelah kita orang-orang yang percaya pada Kristus menjadi anak-anak Allah, kita tidak berbuat dosa lagi. Sebaliknya, berbuat dosa menjadi bukti bahwa seseorang tidak berada di dalam Yesus. Namun, bagi anak-anak Allah kemungkinan untuk berbuat dosa dan tidak berbuat dosa sangat terbuka. Sampai Yesus datang kembali, maka kita anak-anak Allah hidup di dalam ketegangan di antara kedua kemungkinan tersebut. 

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih