Kekuatan Pengajaran Kristen

 

Kekuatan Rohani dalam Pengajaran Kristen

(Perenungan bagi Pengajar Sekolah Minggu)

 

Di zaman yang semakin sulit sekarang ini dimana ada saja orang Kristen yang mau menjual imannya demi Mamon, pengajar Sekolah Minggu yang baik mungkin berkata di dalam hatinya: Apa yang harus saya berikan kepada murid-murid saya?  Bagaimana cara mengajar yang tepat untuk membekali kehidupan rohani mereka dengan firman Tuhan? Sepertinya saya kurang atau tidak menghasilkan kemajuan rohani di kelas sekolah Minggu saya. Tampaknya murid-murid saya tidak bertumbuh dalam Tuhan.

Apakah pertanyaan dan pernyataan ini mencerminkan perasaan anda sebagai seorang pengajar Alkitab? Apakah anda merasa tidak mempunyai efektivitas dan dinamika rohani dalam mengajar Sekolah Minggu? Jika jawabannya adalah Ya, maka uraian berikut bisa menjadi perenungan dan pembekalan bagi tugas mulia Anda sebagai pengajar Alkitab, khususnya kepada anak-anak Sekolah Minggu.

 

CUKUPKAH “HANYA PENDENGAR”?

Mengapa begitu banyak murid di gereja-gereja dewasa ini yang tidak ditantang dan diubahkan oleh pengajaran Alkitab? Haruskah kita tetap bertahan dengan ketiadaan pertumbuhan dan pendewasaan rohani? Tidak bisakah kita lakukan sesuatu untuk menutupi gap yang tampaknya ada antara pengetahuan para murid tentang kebenaran dan praktek mereka akan kebenaran itu?

Pengajaran – dan pembelajaran – Firman Allah seharusnyalah merupakan petualangan yang menarik dan menyenangkan. Menyampaikan kebenaran mulia Allah selayaknyalah menghasilkan hidup yang diubahkan, dan sebagai hasilnya murid-murid menjadi “pelaku-pelaku Firman dan bukan hanya pendengar-pendengar Firman” (Yakobus 1:22). Tetapi kelas Alkitab terlalu sering kurang hidup, tidak menarik dan, disayangkan, menjadi membosankan.

            Sebenarnya hasil dari apa yang kita ajarkan bisa kita lihat dari bagaimana anak-anak didik kita meninggalkan ruangan kelas Sekolah Minggu. Apakah dengan tatapan cerah cemerlang karena visi dan pengetahuan baru; dengan tekad serius untuk melaksanakan kehendak Allah;  dengan dagu diangkat siap menghadapi dunia yang tidak percaya pada kuasa Roh; dengan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang Allah sendiri. Ataukah mereka terlalu sering bergembira ria keluar dari ruangan kelas karena bebas dari sesi yang tumpul dan membosankan.

 

DINAMIKA PENGAJARAN ALKITAB

Semakin banyak gembala, pengajar, pemimpin pemuda dan pekerja gereja lainnya menyadari fakta bahwa Kekristenan, sampai tingkat yang berarti, adalah bersifat pendidikan. Semakin banyak bukti atas bangkitnya kembali minat pendidikan di kalangan pemberita Injil. Para pemimpin gereja melihat bahwa program gereja yang seimbang, terkoordinir, dan bersifat pendidikan dapat membantu menghilangkan ketaktertarikan murid. Menggunakan teknik pengajaran yang tepat dan menggunakan materi pengajaran yang cocok bisa kondusif untuk pengajaran yang menarik. Tetapi faktor-faktor ini – walaupun memang penting – tidak bisa dengan sendirinya menjamin kekuatan dan efektivitas pengajaran Kristen.

Pengajar-pengajar sekuler menggunakan faktor-faktor pendidikan ini untuk mengambil manfaatnya, tetapi kendati demikian tidak bisa dikatakan bahwa pendidikan sekuler memiliki kekuatan rohani. Prosedur dan materi pengajaran terbaik sekalipun tidaklah cukup untuk menjadikan murid-murid sekolah Minggu berbuah. Para pengajar Kristen seharusnyalah banyak tahu tentang realitas rohani yang begitu diperlukan untuk mengubahkan hidup murid-murid ke arah ‘serupa dengan Kristus’. Haruslah ada sesuatu yang lain yang menjamin efektivitas rohani dalam pengajaran Alkitab.

Ada tiga faktor penting yang menjadikan pendidikan Kristen bersifat dinamis, dan dalam waktu yang bersamaan, berbeda yaitu (1) keutamaan penyataan tertulis Allah, (2) keharusan hidup baru, dan (3) pelayanan Roh Kudus. Inilah dinamika pendidikan Kristen. Keberadaan dan keberfungsian ketiga faktor ini secara bersama-sama membentuk pendidikan yang berbeda secara alkitabiah:

ü  Berupaya mempunyai pendidikan Kristen tanpa Firman Allah adalah menghilangkan inti dari kurikulum;

ü  Pengajar yang tidak mengalami hidup baru tidak bisa menyampaikan, dalam artian Firman seutuhnya, kebenaran-kebenaran Kristen yang tidak mereka ketahui melalui pengalaman; dan

ü  Pekerjaan Roh Kudus diperlukan untuk kemungkinan-kemungkinan rohani dalam setiap tahap pengajaran dan pembelajaran.

 

1. Keutamaan Penyataan

Tanpa Alkitab sebagai landasan dan inti dari kurikulum, tidak akan pernah ada pendidikan Kristen yang benar. Filosofi pendidikan Kristen yang layak haruslah memadukan konsep dasar penyataan Allah tentang diri-Nya kepada ‘manusia yang terbatas’ melalui medium Firman tertulisNya, Alkitab.

Karena kedosaan manusia, kondisi yang penuh kemalangan, manusia itu mati dan tidak mengenal Allah (Roma 3:10-23; 1 Kor. 2:14; 2 Kor. 4:4; Efesus 2:1-2). Karena itu, Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia dengan berbagai cara: (i) melalui ciptaan (yang disebut sebagai “penyataan umum” dan yang menyatakan hikmat, kuasa dan kemuliaan Allah); (ii) melalui penyataan langsung (terutama di masa Perjanjian Lama, melalui mimpi, penglihatan dan firman lisan); (iii) melalui mujizat-mujizat; (iv) dalam Kristus, Firman Yang Hidup dan kekal (Yohanes 1:1, 14; 14:9-11); dan (v) dalam Firman tertulis, penyataan kitab suci Allah.

Kitab suci, sebagai salah satu ‘cara penyingkapan ilahi’, dengan sendirinya adalah penyataan. Walaupun proses penyataan lebih luas daripada Alkitab, namun isi dari penyataan khusus bagi kita adalah identik dengan pesan alkitabiah.

Dalam pendidikan Kristen yang Injili, penyataan kitab suci diterima sebagai otoritas Kristen tertinggi dan final, penuntun yang tidak bisa salah untuk iman dan praktek, karena tiga alasan.

Pertama, penyataan kitab suci berasal-muasal ilahi. Karena Allah menyatakan diriNya dalam bentuk tulisan permanen, manusia tidak perlu mencari lebih lanjut sumber pengetahuan tentang Allah dan cara pengalaman denganNya. PenyataanNya diinspirasikan secara ilahi oleh Roh Kudus (2 Tim. 3:16; 2 Petrus 1:20-21) dan karenanya tidak bisa salah dan otoritatif. Alkitab adalah isi tetap dan norma otoritatif untuk pendidikan Kristen. Setiap pelayanan penting berusaha mengajarkan cara-cara dan kehendak Allah lainnya.

Filosofi pendidikan progresif, yang boleh dikatakan lagi trend sekarang ini, merugikan bagi kita dengan meminimalkan pentingnya mengetahui fakta-fakta. Pengetahuan Alkitab merupakan bagian yang sangat penting dari peralatan pengajar. Bagaimana bisa pengajar menuntun pengalaman, memecahkan masalah, menjawab pertanyaan dalam bidang sikap dan tindakan Kristen kecuali ia mempunyai pengetahuan yang cermat tentang ajaran-ajaran Alkitab?

Kedua, Firman tertulis Allah bersifat mendasar dalam pendidikan Kristen karena Firman inilah cara menanamkan kehidupan ilahi (“dilahirkan kembali… melalui… Firman Allah”, 1 Petrus 1:23), dan merupakan sumber pengasuhan dan pertumbuhan Kristen (“air susu yang murni dan yang rohani, supaya olehnya kamu bertumbuh dan beroleh keselamatan”, 1 Petrus 2:2). Pengalaman Kristen yang sah (apakah itu dilahirkan dalam kehidupan Kristen – hidup baru; atau pertumbuhan di dalam kehidupan Kristen – pendidikan) tidak bisa diperoleh atau dipelihara terlepas dari kebenaran Kristen yang sah. Bagaimanapun, berbagai sikap hidup akan sulit diubahkan apabila terlepas dari pengetahuan tentang Alkitab, kesadaran akan ideal-ideal alkitabiah, dan pandangan dunia berbasis-kitab suci.

Jika pengalaman atau pengetahuan Kristen tentang Allah dicari dari sumber-sumber lain selain dari penyataan alkitabiah, maka pendidikan Kristen tereduksi menjadi pendidikan agama antroposentris humanistik. Dalam pendidikan Kristen yang benar Alkitablah kumpulan kebenaran objektif dengan mana pengalaman murid-murid terkait dan olehnya pengalaman murid-murid terpengaruh.

Ketiga, penyataan Kitab Suci memberikan standar dengan mana pengalaman manusia bisa diukur. Tanpa Alkitab sebagai landasan pendidikan Kristen, pengalaman murid jelas tidak bisa diukur. Tanpa Alkitab pengajar tidak mempunyai landasan atau dasar objektif pendidikan dengan mana menilai keabsahan pengalaman rohani. Tanpa Alkitab, pengajar dan murid dibiarkan pada standar subjektif yang mereka tentukan. Tetapi dengan penyataan Allah sebagai standar evaluasi, murid-murid yang belum selamat ditantang untuk menerima Kristus sebagai Juruselamat, dan murid yang sudah mengenal Tuhan ditantang untuk menjalani hidup suci (1 Tes. 5:23; 1 Petrus 1:15) dan menjadi dewasa dalam keserupaan dengan Kristus (Roma 8:29; 2 Kor. 3:18; Efesus 4:12-13).

Karena itu tempat penyataan tertulis adalah bagian integral, bukan periferal, dari filosofi pendidikan yang Kristiani. Alkitab adalah tubuh kebenaran objektif yang tidak bisa salah yang penting untuk perubahan hidup, pertama dalam hidup baru dan kemudian dalam kehidupan Juruselamat yang diam di dalam diri kita.

 

2. Keharusan Hidup baru

Hanya pengajar yang dijadikan mengalami hidup baru oleh Roh Allah (Titus 3:5) dan, dengan demikian, yang dilahirkan dalam keluarga Allah, yang memenuhi syarat sebagai pengajar Kristen. Mengabaikan hal ini sama dengan merusak garis pembatas antara pendidikan agama semata dan pendidikan Kristen yang benar, antara pengajaran agama Kristen liberal dan pengajaran Kristen yang Injili. Walaupun kalangan liberal telah jauh lebih maju di bidang pendidikan, namun mereka umumnya memberi sedikit perhatian kepada kualifikasi rohani pengajar.

Pendidikan, agar jelas merupakan pendidikan Kristen, haruslah dilaksanakan oleh orang yang telah ditebus melalui iman kepada Yesus Kristus, dan yang dengan demikian merupakan orang yang mempunyai hubungan pribadi yang intim denganNya. Tanpa realitas keselamatan hidup melalui kasih karunia Allah, pengajar bukanlah seorang Kristen, dan pengajarannya bagaimanapun juga tidak bisa disebut pengajaran Kristen. Ini memang benar karena beberapa alasan.

Pertama, tujuan dari pendidikan Kristen mengharuskan bahwa pengajar sudah lahir baru. Perubahan hidup, pertumbuhan kepribadian Kristen dan pengasuhan murid-murid ke arah pemenuhan kehendak Allah menuntut agar pengajar memiliki tujuan rohani yang tinggi.

Kedua, sifat pengajaran Kristen menuntut keberadaan pengajar yang sudah mengalami hidup baru. Pengajaran Kristen adalah panggilan ilahi, bukan kejuruan sekuler semata. Ini adalah pelayanan yang ditahbiskan-Allah dalam artian pengajar Kristen adalah orang yang ditetapkan ilahi untuk menyampaikan kebenaran tentang Kitab yang diilhamkan ilahi, untuk membantu murid-murid menjalani hidup sebagaimana Kristus hidup.

Ketiga, pengaruh kehidupan pengajar menuntut agar pengajar mengenal Kristus dalam keselamatan. Hidup, ucapan, tindakan, sikap, keyakinan dan tujuan seorang pengajar mempengaruhi murid-muridnya. Pengajar yang tidak mengenal Kristus sebagai Juruselamat tidak bisa mempengaruhi murid-muridnya dengan realitas kehidupan Kristianinya sendiri, karena ia tidak memiliki kehidupan sedemikian. Rencana Allah adalah mengajar melalui pribadi-pribadi yang sudah mengalami hidup baru di mana Ia tinggal di dalamnya.

 

3. Pelayanan Roh Kudus

Pendidikan Kristen menuntut penggunaan Firman Allah hanya oleh pengajar yang lahir baru; bahkan inipun tidak menjamin bahwa pengajaran Kristen akan efektif secara rohani. Roh Kudus, yang bekerja melalui Firman Allah, adalah dinamika rohani bagi kehidupan Kristen. Jika Roh Kudus tidak bekerja melalui pengajar dan melalui Firman tertulis Allah, maka pendidikan Kristen tetaplah tidak efektif dan hanya sedikit berbeda dari pengajaran sekuler.

Pengajaran Kristen apabila terlepas dari penguatan Roh Kudus bisa dikatakan sebagai pengajaran yang steril alias mandul. Jika demikian halnya, maka tidak heran banyak kalangan yang mencela dengan sangat tegas kondisi hambar dari banyak pengajaran Kristen dewasa ini. Tidak jarang pengajaran di sekolah Minggu sekarang ini terlalu menekankan metode dan program yang mempunyai konsep intelektual murni. Ini jelas  mengabaikan elemen ilahi dalam pendidikan Kristen. Dengan demikian sekolah Minggu tersebut tidak memiliki kehangatan dan kasih ilahi dan dalam waktu yang bersamaan gagal memberikan dinamika rohani bagi kehidupan Kristen.

Tetapi mengapa pelayanan Roh Kudus begitu penting dalam proses yang pada dasarnya pendidikan? Tidak bisakah pengajar yang mengalami hidup baru menggunakan kurikulum berstruktur-Alkitab yang dikenal sebagai pendidik Kristen? Jika pengajar yang telah melakukan persiapan dengan mengikuti prinsip-prinsip pendidikan yang baik, menggunakan metode pengajaran yang tepat, penuh perhatian pada murid-muridnya, dan bekerja dengan dan dalam kurikulum berbasis-Alkitab, bukankah itu merupakan pengajaran Kristen yang benar? Belum sepenuhnya benar! Sejumlah fakta menjadikan pelayanan Roh Kudus penting untuk pengajaran Alkitab yang dinamis.

Pertama, pekerjaan Roh Allah dibutuhkan dalam hidup pengajar yang mengalami hidup baru sehingga mereka bisa menjadi instrumen yang efektif di tangan Allah. Hamba-hamba Allah haruslah menyesuaikan diri dengan tepat terhadap Roh Allah. Hidup yang tak berdaya, tidak efektif dan jasmaniah dalam diri banyak orang percaya membuktikan fakta bahwa mempunyai hubungan yang benar dengan Kristus (dalam keselamatan) tidak selalu berarti mempunyai hubungan yang benar dengan Roh Kudus (dalam kerohanian). Keselamatan dan kerohanian adalah dua hal yang berbeda. Yang satu diselamatkan bila ia mempunyai iman kepada Kristus; yang satu lagi “rohaniah” bila ia tunduk kepada dan penuh dengan Roh Kudus (Gal. 5:16; Efesus 5:18). Orang yang diselamatkan mungkin sekaligus tunduk kepada Allah dan rohaniah; tetapi tidak jarang setelah keselamatan, orang Kristen menjalani hidup jasmaniah, tidak taat kepada Allah.

Efektivitas dalam pelayanan, setelah seseorang diselamatkan, tergantung pada ketundukannya kepada Roh Kudus. Pelayanan yang dilakukan dengan energi kedagingan – bahkan termasuk pelayanan pemberitaan – tidak banyak berhasil.

Pengajar Kristen terlalu sering gagal membolehkan tuntunan, penguatan dan pencerahan Roh sewaktu mereka mempersiapkan diri dan sewaktu mereka mengajar. Dengan demikian mereka sulit dibedakan dari pengajar yang telah diselamatkan dalam pendidikan sekuler yang tidak mengetahui sumber tuntunan sedemikian. Pengajar yang tidak mengalami hidup baru tidak mempunyai sumberdaya rohani; pengajar Kristen mempunyai sumberdaya rohani tetapi sering lalai menggunakannya!

Pengajaran yang efektif akan kebenaran-kebenaran rohani untuk pertumbuhan rohani bukanlah tergantung sepenuhnya pada Roh Kudus dengan mengabaikan prosedur pendidikan, atau tergantung sepenuhnya pada prosedur pendidikan dengan mengabaikan Roh Kudus. Namun pengajar haruslah mengikuti prinsip-prinsip belajar/mengajar yang efektif sambil tetap berada dalam tuntutan Roh Kudus.

Kedua, pelayanan Roh Kudus dibutuhkan sehingga Firman Allah bisa dijadikan bekerja dalam kehidupan murid-murid. Roh Kudus dan Firman Allah bekerja berdampingan. “Pengetahuan Alkitab di hati seorang Kristen haruslah diwujudkan oleh Roh Kudus agar menghasilkan produk Kristen”. Mereka yang keberatan atas pemikiran ini mengatakan bahwa Alkitab adalah Kitab energi animasi, yang dengan sendirinya bisa menguatkan, menebus, memberdayakan dan mencerahkan, tanpa pelayanan Roh Kudus menyertainya.

Benar, Alkitab adalah Kitab yang hidup dan berkekuatan. Dua kali dalam Kitab Suci Firman Allah digambarkan sebagai “hidup” (Ibrani 4:12; 1 Petrus 1:23). Dan dua kali dalam Kitab Suci, Firman Allah digambarkan sebagai aktif, yaitu “kuat” dan “bekerja” (Ibrani 4:12; 1 Tes. 2:13). Ibrani 4:12 memuat kata “kuat”, kata sifat yang berasal dari kata Yunani energes, “operatif atau efektif”. Dalam 1 Tesalonika 2:13 Firman Allah, ditulis Paulus, “bekerja di dalam kamu orang percaya”. Firman adalah “bekerja” diterjemahkan dari energeitai. Kata kerja ini, “operatif, aktif, efektif”, terkait dengan kata sifat energes.

Akan tetapi, dengan memperhatikan semua Kitab Suci, menjadi nyatalah bahwa Roh Kudus dan Firman Allah berkarya bersama-sama. Pelayanan Roh Kudus penting untuk setiap penerimaan kebenaran yang tepat (1 Kor. 2:12-15; Efesus 1:17-18). Roh Kudus, bersama-sama dengan Firman, disebut menghasilkan hidup baru (Yoh. 3:5-7; Titus 3:5), untuk menyucikan (2 Tes. 2:13; 1 Petrus 1:2), dan untuk menerangi (Yoh. 14:26; 16:13; 1 Kor. 2:10-15).

Karena itu jelas bahwa Firman tertulis Allah selalu menyatu tanpa bisa dipisahkan dengan kuasa Roh Kudus. Akan tetapi, ada dua pertanyaan yang harus diperhatikan: Bagamana hubungan antara Firman dan Roh? Mengapa Firman Allah tidak bisa manjur dengan sendirinya?

Jawabnya bisa diperoleh dengan membedakan antara “kehidupan tetap” Kitab Suci itu sendiri dan “kemanjurannya”. Alkitab mempunyai hidup, tetapi tidak selalu menurunkan hidup. Hanya bila kekuatan operatif Roh menyertai Firman, Firman itu menjadi manjur. Efektivitasnya terbukti hanya bila Roh Kudus bekerja bersama-sama dengan Firman. Bila seorang manusia mendengar Firman Allah dan mempercayainya, di dalam hatinya Roh Kudus menjadikan Firman itu hidup.

Ini dibuktikan oleh penyataan pengalaman dan penyataan kitab suci. Tidak semua orang yang mendengar Firman percaya (misalnya, Yoh. 10:25; 12:47-48; Kis. 7:57-59; 17:5, 32). Banyak yang mendengar kebenaran tidak mengalami hidup baru karena Roh Allah tidak menggunakan Firman untuk menjadikannya manjur bagi keselamatan mereka. Juga banyak orang percaya tidak bertumbuh dengan menggunakan Firman – walaupun mereka mendengar Firman – karena kondisi badaniah mereka menghambat Roh Kudus menjadikan Firman dan kebenarannya beroperasi dalam hidup mereka (1 Kor. 3:1-3; Ibr. 5:12-14).

Kemanjuran Firman tergantung pada pelayanan Roh Kudus. Jadi jelas bahwa Roh Kuduslah yang bekerja di hati orang-orang yang mendengar Firman Allah sehingga iman timbul di hati mereka, dan pikiran mereka menjadi terbuka untuk menerima Firman itu. Berkenaan dengan penerimaan manusia, Calvin mencatat, “Doktrin sorgawi terbukti berguna dan manjur bagi kita hanya sejauh Roh membentuk pikiran kita untuk memahaminya dan hati kita tunduk kepada tuntunan-Nya”.

Karena itu baik dalam keselamatan maupun dalam hidup Kristen pelayanan Roh Kudus penting. Walaupun Alkitab “hidup dan aktif” (hidup dan bekerja, Ibrani 4:12), Alkitab tidak operatif dengan manjur tanpa pelayanan Roh. Kitab Suci mewujudkan tujuannya sampai tingkat di mana pelajar mengamalkan Firman oleh Roh Kudus.

Jadi nyatalah bahwa pendidikan Kristen tidak bisa diupayakan dengan mengabaikan peran pelayanan Roh, karena pengajar manusia berusaha menyampaikan Alkitab kepada murid dan karena murid berusaha mendapatkannya. Seperti yang dinyatakan oleh para Theolog, “Dalam segala pekerjaan Kristen, ada tiga elemen yang mutlak diperlukan: Roh Allah sebagai kekuatan, Firman Allah sebagai pesan, dan manusia pilihan Allah sebagai instrumen. Roh Allah menggunakan pesan dengan melalui manusia”. Selamat mengajar bagi para pengajar Kristen yang sangat dikasihi Tuhan!

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih