Teladan Alkitabiah untuk Kepemimpinan Jemaat


TELADAN ALKITABIAH

UNTUK KEPEMIMPINAN JEMAAT

 

Ditulis oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

 

Di zaman yang semakin kompleks dan jahat sekarang ini, jemaat sangat membutuhkan pemimpin sejati. Dibutuhkan pria dan wanita yang memenuhi persyaratan di hadapan Allah, yaitu memiliki keteguhan hati, inspirasi, kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus kepada jemaat. Kepemimpinan sedemikian dibutuhkan di seluruh tingkatan, tidak terkecuali pada tingkat jemaat lokal. Karena di jemaat-jemat lokallah pemimpin jemaat melayani langsung anggota-anggota jemaat dan juga, di sebagian jemaat lokal, yang bukan anggota jemaat (misalnya, mahasiswa atau mereka yang sedang studi atau bertugas jauh dari jemaat di mana mereka merupakan anggota). Majelis Umum Gereja atau Badan Pekerja Gereja bisa saja menyusun rencana berbasis-Alkitabiah untuk bekerja, tetapi kalau jemaat-jemaat lokal tidak menjalankan rencana tersebut, maka rencana tersebut hanya akan seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Karena itu sangatlah penting kita fokus pada penggodokan pemimpin di dalam jemaat yang akan mampu menangkap visi Allah bagi umat-Nya, dan mencari tuntunan Roh Kudus untuk mewujud-nyatakan visi tersebut 

             Untuk mengetahui seperti apa sesungguhnya pemimpin sejati yang layak memimpin jemaat dewasa ini, kita hendaknya bercermin pada Alkitab. Alkitab memaparkan banyak teladan kepemimpinan dengan berbagai latar belakang, karakter, kemampuan dan keahlian mereka masing-masing. Namun di antaranya ada tiga yang paling menonjol dan sangat layak diteladani para pemimpin jemaat kita dewasa ini yaitu Nehemia, Musa dan Yesus sendiri.

 

NEHEMIA

             Kajian tentang pembangunan kembali tembok-tembok dan bait suci di Yerusalem di bawah kepemimpinan Nehemia akan terbukti sangat berharga dalam mendapatkan gagasan atas program-program yang akan dijalankan jemaat dewasa ini. Nehemia memberikan dan menjalankan kepemimpinan yang mengagumkan atas bangsa yang kacau-balau dan tidak terorganisir sewaktu kembali dari pembuangan ke sebuah kota yang sudah tinggal puing-puing.

             Dengan membaca seluruh isi kitab Nehemia, di dalam hidupnya tampak dengan jelas yang berikut ini:

1.      Karakternya tidak dapat dicela.

2.      Nehemia mempertahankan kehidupan doa yang kuat.

3.      Nehemia tidak berkecil hati karena adanya penentangan.

4.      Nehemia sangat mengasihi bangsa Allah.

5.      Nehemia memperlihatkan kemampuan organisasional yang hebat.

6.      Nehemia memotivasi rakyatnya yang jumlahnya tidak sedikit, dengan menginspirasi para pemimpin kenegaraan dan pemimpin rohani dan juga kaum awam, untuk bekerjasama dalam pembangunan kembali.

7.      Nehemia memperhatikan kemurnian, dari imam-imam hingga rakyat biasa, dan mengumpulkan mereka agar bersumpah kembali untuk “hidup menurut hukum Allah…untuk tetap mengikuti dan melakukan segala perintah TUHAN” (Neh. 10:29).

             Nehemia adalah administrator besar. Ia tahu persis apa yang ingin ia kerjakan, dan bagaimana agar keinginannya tersebut terlaksana. Ia tahu bagaimana memotivasi rakyat dan melibatkan mereka dalam pekerjaan. Ia menerima tantangan besar dalam membangun kembali tembok-tembok, tetapi mampu merobohkannya hingga hancur berkeping-keping dan diulangi kembali di sampingnya dan setelah kepemimpinannya.

             Di masa kepemimpinan Nehemia, setiap pribadi mempunyai tempat pada tembok, pekerjaan yang harus dikerjakannya. Koordinasi Nehemia atas para pekerjanya memungkinkan tembok-tembok bisa dibangun kembali dalam waktu singkat yang mengagumkan. Kualitas-kualitas kepemimpinan Nehemia pantas menjadi teladan pada masa kini di mana Allah memanggil orang-orang pilihanNya untuk senantiasa membangun dan menguatkan kembali kerohanian umat-Nya.

 

MUSA

             Musa dianggap sebagai salah satu hamba terbesar Allah. Lahir di negeri perbudakan, tetapi dibesarkan di istana Firaun. Ia menyaksikan baik dunia penderitaan maupun dunia yang berkelimpahan. Namun ia melihat jauh di luar kesempatan hidup sementara, dan membuangnya demi kesempatan kekal yang ditetapkan Allah di hadapannya (Ibr. 11:25-27).

             Kehidupan Musa yang berhasil bagi Allah dimulai ketika ia mengambil pilihan yang tepat, suatu pilihan yang menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan dari dunia. Ia bukan hanya menghadapi murka Mesir, ia juga menanggung sungut-sungut dan pemberontakan bangsa pilihan Allah. Tetapi Musa adalah manusia yang mempunyai visi. Ia percaya pada janji Allah dan rela menanggung penderitaan dan kesulitan sementara sehingga ia bisa masuk ke dalam peristirahatan kekal yang disediakan Allah.

             Setiap pemimpin yang berhasil pasti bertitik-tolak dari pengambilan pilihan yang tepat. Bukan pilihan enak dan lunak yang menjadikan manusia berguna bagi Allah, bukan pula keputusan yang mau menerima kesetiaan kepada Allah sepanjang konsekuensinya tidak terlalu menyakitkan. Namun yang menjadi pilihan pertama adalah meninggalkan segalanya dan mengikut Tuhan. Pilihan seperti inilah yang diambil Musa untuk memimpin bangsanya keluar dari tanah perbudakan.

             Ulasan tentang bagaimana seorang Musa, pemimpin besar pilihan Allah, menangani, menuntun dan memimpin bangsa pilihan Allah, Israel, akan lebih lengkap dengan mengikuti apa yang tertulis dalam Keluaran 18:13-27. Ayat demi ayat dalam nas ini akan memaparkan strategi-strategi yang disarankan Yitro, mertua Musa, untuk diterapkan Musa kepada bangsa Israel. Dengan penuh hikmat kebijaksanaan Musa mengimplementasikan nasehat mertuanya itu untuk memimpin sebuah bangsa yang belum mempunyai wilayah, tanah dan negeri untuk ditempati sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. Bangsa yang suka bersungut-sungut, yang tegar tengkuk dan bahkan memberontak terhadap Allah itu berhasil dipimpin Musa menuju tanah perjanjian karena dia senantiasa bersandar kepada Allah.

             Berikut ini adalah kualitas-kualitas yang dimiliki dan diperlihatkan Musa dalam memimpin bangsanya sesuai dengan nasehat yang disampaikan Yitro, mertuanya, kepadanya.

 

Kualitas Pengamatan

             “Keesokan harinya duduklah Musa mengadili di antara bangsa itu; dan bangsa itu berdiri di depan Musa, dari pagi sampai petang” (ayat 13).

             Pengamatan penting dalam penyelesaian masalah. Orang terlalu sering terus melakukan segala sesuatu karena “begitulah caranya kita biasa melakukannya”. Orang bisa menemukan cara yang lebih baik, jawaban yang lebih efektif dan lebih sedikit memakan waktu apabila mereka mau meluangkan waktu untuk mengamati. Tidak diragukan lagi orang menjadi mudah marah apabila mereka antri selama berjam-jam menunggu kesempatan mereka didengarkan. Selain itu, Musa mempunyai banyak tanggung jawab yang menghalanginya berbuat, karena harus mengadili bangsa itu dari pagi hingga petang. Pemimpin yang baik akan meluangkan waktu untuk mengamati.

 

Kualitas Pertimbangan

             “Ketika mertua Musa melihat segala yang dilakukannya kepada bangsa itu, berkatalah ia: Apakah ini yang kaulakukan kepada bangsa itu? Mengapakah engkau seorang diri saja yang duduk, sedang seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai petang?” (ayat 14).

             Kemauan mempertimbangkan pertanyaan yang konstruktif dan dari hati yang tulus juga penting dalam menjalankan kepemimpinan yang baik. Sebagian orang tampaknya percaya bahwa jika suatu cara atau pengajaran dipertanyakan, orang yang mengajukan pertanyaan itu memanifestasikan semangat resistensi dan memecah-belah. Inilah yang biasa terjadi. Yitro melihat situasi yang jelas-jelas merugikan baik bagi Musa maupun bangsa itu. Pertanyaan yang diajukannya memulai proses yang menghasilkan cara yang lebih baik.

             Contoh lain dari pengajuan pertanyaan yang baik tampak ketika Jemaat mula-mula menjadi terpecah-belah atas isu tentang sunat. Pertanyaan menimbulkan masalah besar. Dalam hal ini, Injil menceritakan bahwa Paulus dan Barnabas serta saudara-saudara lainnya diutus ke Yerusalem untuk mencari jawaban dari “pertanyaan ini” (Kis. 15:2). Pertanyaan yang tulus ini mendorong berlangsungnya Majelis Umum pertama yang menghasilkan persatuan dan sukacita di dalam jemaat-jemaat (Kis. 15:22,23,30,31; 16:4,5).

 

Kualitas Penilaian

             “Kata Musa kepada mertuanya itu: Sebab bangsa ini datang kepadaku untuk menanyakan petunjuk Allah. Apabila ada perkara di antara mereka, maka mereka datang kepadaku dan aku mengadili antara yang seorang dan yang lain; lagipula aku memberitahukan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah” (ayat 15,16).

             Penilaian tentang kebutuhan dan keadaan saat ini penting bagi peningkatan masa depan. Ketika Yitro bertanya “mengapa” Musa menghabiskan begitu banyak waktu mengadili bangsa itu, Musa mempertimbangkan tujuan pelayanannya. Bangsa itu membutuhkan seseorang yang mengetahui hukum Allah, dan yang bisa menjawab pertanyaan mereka dan menyelesaikan konflik yang timbul di antara mereka.

             “Tetapi mertua Musa menjawabnya: Tidak baik seperti yang kaulakukan itu” (ayat 17).

             Melakukan penilaian yang baik sangat penting bagi kepemimpinan jemaat. Meskipun tujuannya benar (untuk melayani bangsa itu), namun caranya kurang tepat dan perlu diubah. Sampai seseorang melihat kegagalan cara ini, ia mungkin terus berupaya menggunakannya. Disebutkan bahwa kata-kata biasa mudah dimengerti. Pernyataan biasa Yitro merupakan momen yang menentukan, yang menunjukkan dibutuhkannya waktu guna mencari solusi yang lebih baik untuk masalah yang mereka hadapi.

 

Kualitas Kebijaksanaan

             “Engkau akan menjadi sangat lelah, baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja. Jadi sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah” (ayat 18,19).

             Kebijaksanaan Yitro tampak dalam nasehat yang diberikannya kepada Musa. Allah memberikan hukum Taurat dan hukum-Nya tersebut akan dipatuhi semuanya. Dalam pelayanan kita, pemimpin ada kalanya diharuskan menjalankan wewenang Alkitabiah yang tepat. Tetapi dalam sebagian besar kasus, jemaat akan lebih dapat merespon nasehat yang penuh kasih dan bijaksana daripada yang bernuansa meminta.

             Perhatikan juga bahwa Yitro tidak hanya memperhatikan jawaban manusia semata, tetapi juga memperhatikan kehendak Allah. Ia juga cermat di mana ia tidak menganjurkan Musa menyerah atas posisinya sebagai pemimpin Israel yang diurapi Allah, tetapi jelas-jelas mempertahankan posisi tersebut di tempat yang seharusnya.

 

Kualitas Terfokus

             “Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang harus dilakukan” (ayat 20).

             Pelayanan Musa harus fokus. Terlalu sering pemimpin menyimpang dari panggilan mereka dan berusaha menangani terlalu banyak hal. Seperti halnya Marta (Luk. 10:38-42), mereka tidak praktis, cermat dan mengurusi banyak hal, sewaktu hanya satu hal yang dibutuhkan. Deskripsi kerja Musa adalah:

1.      Mengajarkan ketetapan-ketetapan dan hukum Allah kepada umat Allah.

2.      Mengajarkan kepada umat Allah bagaimana mereka harus hidup.

3.      Mengajarkan kepada umat Allah pekerjaan dan pelayanan mereka bagi Tuhan.

 

Kualitas Pendelegasian

             “Di samping itu kaucarilah dari seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Dan sewaktu-waktu mereka harus mengadili di antara bangsa; maka segala perkara yang besar haruslah dihadapkan mereka kepadamu, tetapi segala perkara yang kecil diadili mereka sendiri; dengan demikian mereka meringankan pekerjaanmu, dan mereka bersama-sama dengan engkau turut menanggungnya” (ayat 21,22).

             Mendelegasikan wewenang kepada orang yang mampu perlu dilakukan demi keberhasilan kepemimpinan. Musa bukan memilih karena kesempatan, tetapi mencari orang yang mampu, yang takut akan Allah, yang dapat dipercaya dan yang benci akan suap. Kemudian Musa mengangkat mereka untuk ikut memimpin bangsa itu. Untuk menjaga agar orang tidak mengemban tanggung jawab yang terlalu besar, kepada mereka diberikan tanggung jawab atas jumlah yang semakin besar. Struktur wewenang harus diikuti. Perkara yang tidak bisa diselesaikan di tingkat yang lebih rendah akan diajukan secara progresif ke tingkat yang lebih tinggi. Jika tidak ada penyelesaian yang bisa ditemukan, Musalah yang menjadi pemegang kuasa terakhir dalam menjalankan pengadilan.

 

Berpedoman pada Kehendak Allah

             “Jika engkau berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal itu kepadamu, maka engkau akan sanggup menahannya, dan seluruh bangsa ini akan pulang dengan puas senang ke tempatnya” (ayat 23).

             Kehendak Allah yang paling penting. Suatu rencana bisa saja tampak baik bagi manusia biasa, tetapi jika tidak ditetapkan Allah dan tidak diberkati Allah, pasti akan menemui kegagalan. Bukan karena bagusnya “perencanaan strategis” yang memberikan keberhasilan kepada jemaat Tuhan. “Jika engkau berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal ini kepadamu haruslah menjadi landasan dari setiap keputusan kepemimpinan. Rencana Allah akan selalu memberikan hasil yang baik, yang dalam kasus ini berupa daya tahan bagi Musa dan kedamaian bagi bangsa itu.

 

Mau Menerima Nasehat

             “Musa mendengarkan perkataan mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya. Dari seluruh orang Israel Musa memilih orang-orang cakap dan mengangkat mereka menjadi kepala atas bangsa itu, menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratur orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Mereka ini mengadili di antara bangsa itu sewaktu-waktu; perkara-perkara yang sukar dihadapkan mereka kepada Musa, tetapi perkara-perkara yang kecil diadili mereka sendiri. Kemudian Musa membiarkan mertuanya itu pergi dan ia pulang ke negerinya” (ayat 24-27).

             Mau dinasehati adalah aspek lain dari kepemimpinan yang berkualitas. Hanya Allah yang mengetahui segalanya. Ia kerapkali memberikan hikmat dan pengetahuanNya kepada orang lain, dan menggunakannya untuk menyatakan kehendakNya. Penyataan ilahi bisa mengemuka pada setiap tingkatan. Pemimpin yang bijaksana akan menerima pengajaran yang saleh dari sumber apapun yang dipilih Allah.

             Ketika Saulus sedang di jalan menuju Damaskus, ia adalah seorang manusia yang arogan dan berkemauan sendiri. Allah perlu mengajarkan kepadanya pemerintahan, disiplin dan ketaatan. Karena itu Tuhan membuatnya buta, dan memerintahkannya untuk “Bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat” (Kis. 9:6). Pelajaran pertama Saulus sebagai orang Kristen adalah bahwa ia harus tunduk kepada orang lain dan belajar darinya.

             Lebih jauh lagi, Musa memenuhi tanggung jawab memilih orang yang memenuhi syarat dan memberikan tanggung jawab kepada mereka. Pemimpin terlalu sering gagal memilih orang yang berkualitas untuk pelayanan, atau gagal menjelaskan deskripsi kerja mereka. Bahkan orang yang baik tidak bisa melaksanakan banyak pekerjaan kecuali jika ia mengetahui tanggung jawabnya. Pemimpin yang baik tidak beranggapan bahwa orang lain tahu apa yang harus dikerjakannya, melainkan memberikan petunjuk-petunjuk yang lengkap.

             Musa memanifestasikan banyak kualitas lainnya dari kepemimpinan yang baik seumur hidupnya. Ketika dihadapkan dengan tugas-tugas yang tidak mungkin, ia tetap memiliki kepercayaan yang tidak luntur atas kemampuan Allah untuk memberikan jawaban. Di Laut Merah ia berdiri dengan laut di satu sisi dan pasukan Firaun di sisi lain, di antara massa umat Allah yang mengeluh dan bersungut-sungut. Akan tetapi ia fokus pada janji Allah dan memperingatkan bangsa itu “Jangan takut”. Ia memanifestasikan iman, integritas, visi, ketegasan, ketaatan dan tanggung jawab (Ibr. 11:24-29). Tidak heran banyak yang menganggapnya sebagai yang terbesar dari antara nabi-nabi.

 

YESUS KRISTUS

             Satu-satunya pemimpin yang sempurna dan yang tidak pernah melakukan kesalahan adalah Tuhan kita Yesus Kristus. Setiap keputusan, sikap, pemikiran, kata dan perbuatan-Nya menunjukkan kesempurnaan-Nya. Hidup-Nya terhampar di depan kita, yang menyatakan kepemimpinan ilahi sebagaimana mestinya:

1.      Kepemimpinan Yesus fokus pada Firman Allah – Ia tidak memperhatikan gagasan dan opini manusia, satu-satunya yang dilayaninya hanyalah kehendak BapaNya. “Kata Yesus kepada mereka: MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya” (Yoh. 4:34). “Kamu telah mendengar yang difirmankan…Tetapi Aku berkata kepadamu…” (Mat. 5:21,22).

2.      Kepemimpinan-Nya fokus pada penyataan diriNya sebagai Anak Allah dan Juruselamat manusia. “Kata Yesus kepadanya: Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami?” (Yoh. 14:9). “Karena Anak Manusia datang untuk menyelamatkan…” (Mat. 18:11)

3.      Kepemimpinan-Nya fokus pada individu. Walaupun Ia memberitakan injil kepada orang banyak, namun Ia fokus pada pengajaran dan pelatihan beberapa murid. Tanpa murid-murid ini, apa yang bisa terlaksana setelah kepergian-Nya? Percakapan-Nya dengan Petrus, yang dicatat dalam Yohanes 21, menunjukkan keakraban-Nya bekerjasama dengan individu.

4.      Kepemimpinan-Nya diorganisasikan dan diberdayakan agar tetap berlanjut setelah Ia kembali kepada BapaNya. Yesus menghabiskan waktu tiga tahun untuk mengajarkan kepada dua belas murid ajaran dan misiNya. Ia mengorganisasikan mereka menjadi jemaatNya, dan mengutus mereka dengan wewenang dariNya untuk memberitakan injil, menyembuhkan yang sakit dan mengusir setan. Setelah kenaikanNya Ia mengutus Roh Kudus untuk memberdayakan Jemaat bagi pelayanan.

 

             Kepemimpinan jemaat lokal harus berdampak pada jemaat lokal, kemudian pada dunia di luar jemaat lokal. Ini tidak bisa dilakukan melalui kebijaksanaan manusia, karisma daging, kemakmuran keuangan atau setiap upaya manusia atau materi lainnya. Ini harus dilakukan melalui pemimpin yang diangkat Allah yang tahu bahwa inilah waktunya menjalankan program yang ditetapkan Allah, dan yang akan mempersembahkan dirinya menjadi segala yang dikehendaki Allah baginya. Ini akan membutuhkan banyak doa dan ketaatan, kepatuhan dan pengorbanan. Pengembangan karakter tidaklah mudah, juga tidak mudah memperoleh keahlian dalam mengorganisir dan memotivasi orang-orang dengan efektif. Tetapi orang yang mau melakukan segala usaha akan menemukan bahwa Allah berkehendak menjadikan mereka “pemberita perjanjian baru yang berkemampuan”.

             Tidak bisa ditemukan contoh kepemimpinan yang lebih besar daripada yang tampak dalam kehidupan Kristus. Ia, melalui Roh, memungkinkan kita bisa mengikuti jejakNya dan melakukan pekerjaan yang Ia kehendaki kelak jika Ia datang kembali ke dunia. Ia menugaskan jemaatNya, dan untuk tugas ini Ia memberikan pedoman instruksi superlengkap (Alkitab) dan kekuatan, melalui Roh Kudus, untuk menyelesaikan tugas. Kepemimpinan dewasa ini haruslah melangkah maju dan menerima dariNya pelatihan, karunia-karunia, talenta-talenta, inspirasi-inspirasi dan petunjuk-petunjuk ilahi untuk menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan.

 

PENUTUP

             Banyak aspek kepemimpinan yang diuraikan dalam tulisan ini yang tidak bisa diperoleh hanya dalam satu malam, tetapi berkembang begitu individu mempersembahkan dirinya sepenuhnya kepada kehendak Allah dan membiarkan setiap peristiwa dalam kehidupannya  berfungsi sebagai pelatihan bagi pelayanan. Orang yang akan berhasil sebagai pemimpin pada pelayanan hari-hari terakhir ini dalam pekerjaan Allah tidak akan mau duduk diam saja, tetapi akan berjanji tetap bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan tentang Tuhan Yesus Kristus. Mereka akan termasuk di antara orang-orang yang pernah mengalami apa yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata, “Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:39). Pemimpin yang dikehendaki Allah akan membayar harga yang mahal, dalam berbagai-bagai kecaman dan kadang-kadang penolakan, mengatasi kelelahan dan kesepian, mengambil keputusan yang tidak menyenangkan, dan semua yang lainnya yang diharuskan Tuhan dalam pelayanan. Kemudian dia akan menemukan bahwa di setiap jalan salib, Allah akan memberikan petunjuk, dan pada setiap tantangan yang ditimbulkan musuh akan terungkap bahwa “…Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yoh. 4:4).

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih