Teladan Alkitabiah untuk Kepemimpinan Jemaat
TELADAN ALKITABIAH
UNTUK KEPEMIMPINAN JEMAAT
Ditulis oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan
Di zaman yang semakin kompleks dan jahat sekarang ini, jemaat sangat membutuhkan pemimpin sejati. Dibutuhkan pria dan wanita yang memenuhi persyaratan di hadapan Allah, yaitu memiliki keteguhan hati, inspirasi, kemampuan dan keahlian untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus kepada jemaat. Kepemimpinan sedemikian dibutuhkan di seluruh tingkatan, tidak terkecuali pada tingkat jemaat lokal. Karena di jemaat-jemat lokallah pemimpin jemaat melayani langsung anggota-anggota jemaat dan juga, di sebagian jemaat lokal, yang bukan anggota jemaat (misalnya, mahasiswa atau mereka yang sedang studi atau bertugas jauh dari jemaat di mana mereka merupakan anggota). Majelis Umum Gereja atau Badan Pekerja Gereja bisa saja menyusun rencana berbasis-Alkitabiah untuk bekerja, tetapi kalau jemaat-jemaat lokal tidak menjalankan rencana tersebut, maka rencana tersebut hanya akan seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Karena itu sangatlah penting kita fokus pada penggodokan pemimpin di dalam jemaat yang akan mampu menangkap visi Allah bagi umat-Nya, dan mencari tuntunan Roh Kudus untuk mewujud-nyatakan visi tersebut
Untuk mengetahui seperti apa
sesungguhnya pemimpin sejati yang layak memimpin jemaat dewasa ini, kita
hendaknya bercermin pada Alkitab. Alkitab memaparkan banyak teladan
kepemimpinan dengan berbagai latar belakang, karakter, kemampuan dan keahlian
mereka masing-masing. Namun di antaranya ada tiga yang paling menonjol dan
sangat layak diteladani para pemimpin jemaat kita dewasa ini yaitu Nehemia, Musa dan Yesus sendiri.
NEHEMIA
Kajian tentang pembangunan kembali
tembok-tembok dan bait suci di Yerusalem di bawah kepemimpinan Nehemia akan
terbukti sangat berharga dalam mendapatkan gagasan atas program-program yang
akan dijalankan jemaat dewasa ini. Nehemia memberikan dan menjalankan kepemimpinan
yang mengagumkan atas bangsa yang kacau-balau dan tidak terorganisir sewaktu
kembali dari pembuangan ke sebuah kota yang sudah tinggal puing-puing.
Dengan membaca seluruh isi kitab
Nehemia, di dalam hidupnya tampak dengan jelas yang berikut ini:
1.
Karakternya tidak dapat dicela.
2.
Nehemia mempertahankan kehidupan doa yang kuat.
3.
Nehemia tidak berkecil hati karena adanya penentangan.
4.
Nehemia sangat mengasihi bangsa Allah.
5.
Nehemia memperlihatkan kemampuan organisasional yang
hebat.
6.
Nehemia memotivasi rakyatnya yang jumlahnya tidak
sedikit, dengan menginspirasi para pemimpin kenegaraan dan pemimpin rohani dan
juga kaum awam, untuk bekerjasama dalam pembangunan kembali.
7. Nehemia memperhatikan kemurnian, dari imam-imam hingga rakyat biasa, dan mengumpulkan mereka agar bersumpah kembali untuk “hidup menurut hukum Allah…untuk tetap mengikuti dan melakukan segala perintah TUHAN” (Neh. 10:29).
Nehemia adalah administrator besar.
Ia tahu persis apa yang ingin ia kerjakan, dan bagaimana agar keinginannya
tersebut terlaksana. Ia tahu bagaimana memotivasi rakyat dan melibatkan mereka
dalam pekerjaan. Ia menerima tantangan besar dalam membangun kembali
tembok-tembok, tetapi mampu merobohkannya hingga hancur berkeping-keping dan
diulangi kembali di sampingnya dan setelah kepemimpinannya.
Di masa kepemimpinan Nehemia, setiap
pribadi mempunyai tempat pada tembok, pekerjaan yang harus dikerjakannya. Koordinasi
Nehemia atas para pekerjanya memungkinkan tembok-tembok bisa dibangun kembali
dalam waktu singkat yang mengagumkan. Kualitas-kualitas kepemimpinan Nehemia
pantas menjadi teladan pada masa kini di mana Allah memanggil orang-orang
pilihanNya untuk senantiasa membangun dan menguatkan kembali kerohanian
umat-Nya.
MUSA
Musa dianggap sebagai salah satu hamba terbesar Allah.
Lahir di negeri perbudakan, tetapi dibesarkan di istana Firaun. Ia menyaksikan
baik dunia penderitaan maupun dunia yang berkelimpahan. Namun ia melihat jauh
di luar kesempatan hidup sementara, dan membuangnya demi kesempatan kekal yang
ditetapkan Allah di hadapannya (Ibr. 11:25-27).
Kehidupan Musa yang berhasil bagi
Allah dimulai ketika ia mengambil pilihan yang tepat, suatu pilihan yang
menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan dari dunia. Ia bukan hanya menghadapi
murka Mesir, ia juga menanggung sungut-sungut dan pemberontakan bangsa pilihan Allah.
Tetapi Musa adalah manusia yang mempunyai visi. Ia percaya pada janji Allah dan
rela menanggung penderitaan dan kesulitan sementara sehingga ia bisa masuk ke
dalam peristirahatan kekal yang disediakan Allah.
Setiap pemimpin yang berhasil pasti
bertitik-tolak dari pengambilan pilihan yang tepat. Bukan pilihan enak dan
lunak yang menjadikan manusia berguna bagi Allah, bukan pula keputusan yang mau
menerima kesetiaan kepada Allah sepanjang konsekuensinya tidak terlalu
menyakitkan. Namun yang menjadi pilihan pertama adalah meninggalkan segalanya
dan mengikut Tuhan. Pilihan seperti inilah yang diambil Musa untuk memimpin
bangsanya keluar dari tanah perbudakan.
Ulasan
tentang bagaimana seorang Musa, pemimpin besar pilihan Allah, menangani,
menuntun dan memimpin bangsa pilihan Allah, Israel, akan lebih lengkap dengan
mengikuti apa yang tertulis dalam Keluaran
18:13-27. Ayat demi ayat dalam nas ini akan memaparkan strategi-strategi
yang disarankan Yitro, mertua Musa, untuk diterapkan Musa kepada bangsa Israel.
Dengan penuh hikmat kebijaksanaan Musa mengimplementasikan nasehat mertuanya
itu untuk memimpin sebuah bangsa yang belum mempunyai wilayah, tanah dan negeri
untuk ditempati sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. Bangsa yang suka
bersungut-sungut, yang tegar tengkuk dan bahkan memberontak terhadap Allah itu
berhasil dipimpin Musa menuju tanah perjanjian karena dia senantiasa bersandar
kepada Allah.
Berikut ini adalah kualitas-kualitas yang dimiliki dan diperlihatkan Musa dalam memimpin bangsanya sesuai dengan nasehat yang disampaikan Yitro, mertuanya, kepadanya.
Kualitas
Pengamatan
“Keesokan harinya duduklah Musa
mengadili di antara bangsa itu; dan bangsa itu berdiri di depan Musa, dari pagi
sampai petang” (ayat 13).
Pengamatan penting dalam penyelesaian masalah. Orang terlalu
sering terus melakukan segala sesuatu karena “begitulah caranya kita biasa melakukannya”. Orang bisa menemukan
cara yang lebih baik, jawaban yang lebih efektif dan lebih sedikit memakan
waktu apabila mereka mau meluangkan waktu untuk mengamati. Tidak diragukan lagi
orang menjadi mudah marah apabila mereka antri selama berjam-jam menunggu
kesempatan mereka didengarkan. Selain itu, Musa mempunyai banyak tanggung jawab
yang menghalanginya berbuat, karena harus mengadili bangsa itu dari pagi hingga
petang. Pemimpin yang baik akan meluangkan waktu untuk mengamati.
Kualitas Pertimbangan
“Ketika mertua Musa melihat segala
yang dilakukannya kepada bangsa itu, berkatalah ia: Apakah ini yang kaulakukan
kepada bangsa itu? Mengapakah engkau seorang diri saja yang duduk, sedang
seluruh bangsa itu berdiri di depanmu dari pagi sampai petang?” (ayat 14).
Kemauan mempertimbangkan pertanyaan
yang konstruktif dan dari hati yang tulus juga penting dalam menjalankan
kepemimpinan yang baik. Sebagian orang tampaknya percaya bahwa jika suatu cara atau
pengajaran dipertanyakan, orang yang mengajukan pertanyaan itu memanifestasikan
semangat resistensi dan memecah-belah. Inilah yang biasa terjadi. Yitro melihat
situasi yang jelas-jelas merugikan baik bagi Musa maupun bangsa itu. Pertanyaan
yang diajukannya memulai proses yang menghasilkan cara yang lebih baik.
Contoh lain dari pengajuan
pertanyaan yang baik tampak ketika Jemaat mula-mula menjadi terpecah-belah atas
isu tentang sunat. Pertanyaan menimbulkan masalah besar. Dalam hal ini, Injil menceritakan
bahwa Paulus dan Barnabas serta saudara-saudara lainnya diutus ke Yerusalem
untuk mencari jawaban dari “pertanyaan ini” (Kis. 15:2). Pertanyaan yang
tulus ini mendorong berlangsungnya Majelis Umum pertama yang menghasilkan
persatuan dan sukacita di dalam jemaat-jemaat (Kis. 15:22,23,30,31; 16:4,5).
Kualitas Penilaian
“Kata Musa kepada mertuanya itu:
Sebab bangsa ini datang kepadaku untuk menanyakan petunjuk Allah. Apabila ada
perkara di antara mereka, maka mereka datang kepadaku dan aku mengadili antara
yang seorang dan yang lain; lagipula aku memberitahukan kepada mereka
ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan Allah” (ayat 15,16).
Penilaian tentang kebutuhan dan keadaan saat ini penting bagi
peningkatan masa depan. Ketika Yitro bertanya “mengapa” Musa
menghabiskan begitu banyak waktu mengadili bangsa itu, Musa mempertimbangkan
tujuan pelayanannya. Bangsa itu membutuhkan seseorang yang mengetahui hukum
Allah, dan yang bisa menjawab pertanyaan mereka dan menyelesaikan konflik yang
timbul di antara mereka.
“Tetapi mertua Musa menjawabnya: Tidak
baik seperti yang kaulakukan itu” (ayat 17).
Melakukan penilaian yang baik sangat penting bagi kepemimpinan jemaat.
Meskipun tujuannya benar (untuk melayani bangsa itu), namun caranya kurang
tepat dan perlu diubah. Sampai seseorang melihat kegagalan cara ini, ia mungkin
terus berupaya menggunakannya. Disebutkan bahwa kata-kata biasa mudah
dimengerti. Pernyataan biasa Yitro merupakan momen yang menentukan, yang
menunjukkan dibutuhkannya waktu guna mencari solusi yang lebih baik untuk
masalah yang mereka hadapi.
Kualitas Kebijaksanaan
“Engkau akan menjadi sangat lelah,
baik engkau baik bangsa yang beserta engkau ini; sebab pekerjaan ini terlalu
berat bagimu, takkan sanggup engkau melakukannya seorang diri saja. Jadi
sekarang dengarkanlah perkataanku, aku akan memberi nasihat kepadamu dan Allah
akan menyertai engkau. Adapun engkau, wakililah bangsa itu di hadapan Allah dan
kauhadapkanlah perkara-perkara mereka kepada Allah” (ayat 18,19).
Kebijaksanaan Yitro tampak dalam nasehat yang diberikannya kepada
Musa. Allah memberikan hukum Taurat dan hukum-Nya tersebut akan dipatuhi
semuanya. Dalam pelayanan kita, pemimpin ada kalanya diharuskan menjalankan
wewenang Alkitabiah yang tepat. Tetapi dalam sebagian besar kasus, jemaat akan
lebih dapat merespon nasehat yang penuh kasih dan bijaksana daripada yang
bernuansa meminta.
Perhatikan juga bahwa Yitro tidak
hanya memperhatikan jawaban manusia semata, tetapi juga memperhatikan kehendak
Allah. Ia juga cermat di mana ia tidak menganjurkan Musa menyerah atas posisinya
sebagai pemimpin Israel yang diurapi Allah, tetapi jelas-jelas mempertahankan
posisi tersebut di tempat yang seharusnya.
Kualitas Terfokus
“Kemudian haruslah engkau
mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan, dan
memberitahukan kepada mereka jalan yang harus dijalani, dan pekerjaan yang
harus dilakukan” (ayat 20).
Pelayanan Musa harus fokus. Terlalu sering pemimpin
menyimpang dari panggilan mereka dan berusaha menangani terlalu banyak hal.
Seperti halnya Marta (Luk. 10:38-42), mereka tidak praktis, cermat dan
mengurusi banyak hal, sewaktu hanya satu hal yang dibutuhkan. Deskripsi kerja
Musa adalah:
1.
Mengajarkan ketetapan-ketetapan dan hukum Allah kepada
umat Allah.
2.
Mengajarkan kepada umat Allah bagaimana mereka harus hidup.
3.
Mengajarkan kepada umat Allah pekerjaan dan pelayanan
mereka bagi Tuhan.
Kualitas Pendelegasian
“Di samping itu kaucarilah dari
seluruh bangsa itu orang-orang yang cakap dan takut akan Allah, orang-orang
yang dapat dipercaya, dan yang benci kepada pengejaran suap; tempatkanlah
mereka di antara bangsa itu menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratus
orang, pemimpin lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Dan sewaktu-waktu
mereka harus mengadili di antara bangsa; maka segala perkara yang besar
haruslah dihadapkan mereka kepadamu, tetapi segala perkara yang kecil diadili
mereka sendiri; dengan demikian mereka meringankan pekerjaanmu, dan mereka
bersama-sama dengan engkau turut menanggungnya” (ayat 21,22).
Mendelegasikan wewenang kepada orang yang mampu perlu dilakukan
demi keberhasilan kepemimpinan. Musa bukan memilih karena kesempatan, tetapi
mencari orang yang mampu, yang takut akan Allah, yang dapat dipercaya dan yang
benci akan suap. Kemudian Musa mengangkat mereka untuk ikut memimpin bangsa
itu. Untuk menjaga agar orang tidak mengemban tanggung jawab yang terlalu
besar, kepada mereka diberikan tanggung jawab atas jumlah yang semakin besar.
Struktur wewenang harus diikuti. Perkara yang tidak bisa diselesaikan di
tingkat yang lebih rendah akan diajukan secara progresif ke tingkat yang lebih
tinggi. Jika tidak ada penyelesaian yang bisa ditemukan, Musalah yang menjadi pemegang
kuasa terakhir dalam menjalankan pengadilan.
Berpedoman pada Kehendak Allah
“Jika engkau berbuat demikian dan
Allah memerintahkan hal itu kepadamu, maka engkau akan sanggup menahannya, dan
seluruh bangsa ini akan pulang dengan puas senang ke tempatnya” (ayat 23).
Kehendak Allah yang paling penting. Suatu rencana bisa saja tampak
baik bagi manusia biasa, tetapi jika tidak ditetapkan Allah dan tidak diberkati
Allah, pasti akan menemui kegagalan. Bukan karena bagusnya “perencanaan
strategis” yang memberikan keberhasilan kepada jemaat Tuhan. “Jika engkau
berbuat demikian dan Allah memerintahkan hal ini kepadamu” haruslah
menjadi landasan dari setiap keputusan kepemimpinan. Rencana Allah akan selalu
memberikan hasil yang baik, yang dalam kasus ini berupa daya tahan bagi Musa
dan kedamaian bagi bangsa itu.
Mau Menerima Nasehat
“Musa mendengarkan perkataan
mertuanya itu dan dilakukannyalah segala yang dikatakannya. Dari seluruh orang
Israel Musa memilih orang-orang cakap dan mengangkat mereka menjadi kepala atas
bangsa itu, menjadi pemimpin seribu orang, pemimpin seratur orang, pemimpin
lima puluh orang dan pemimpin sepuluh orang. Mereka ini mengadili di antara
bangsa itu sewaktu-waktu; perkara-perkara yang sukar dihadapkan mereka kepada
Musa, tetapi perkara-perkara yang kecil diadili mereka sendiri. Kemudian Musa
membiarkan mertuanya itu pergi dan ia pulang ke negerinya” (ayat 24-27).
Mau dinasehati adalah aspek lain dari kepemimpinan yang
berkualitas. Hanya Allah yang mengetahui segalanya. Ia kerapkali memberikan
hikmat dan pengetahuanNya kepada orang lain, dan menggunakannya untuk menyatakan
kehendakNya. Penyataan ilahi bisa mengemuka pada setiap tingkatan. Pemimpin
yang bijaksana akan menerima pengajaran yang saleh dari sumber apapun yang
dipilih Allah.
Ketika Saulus sedang di jalan
menuju Damaskus, ia adalah seorang manusia yang arogan dan berkemauan sendiri.
Allah perlu mengajarkan kepadanya pemerintahan, disiplin dan ketaatan. Karena
itu Tuhan membuatnya buta, dan memerintahkannya untuk “Bangunlah dan
pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus
kauperbuat” (Kis. 9:6). Pelajaran pertama Saulus sebagai orang Kristen
adalah bahwa ia harus tunduk kepada orang lain dan belajar darinya.
Lebih jauh lagi, Musa memenuhi
tanggung jawab memilih orang yang
memenuhi syarat dan memberikan tanggung jawab kepada mereka. Pemimpin
terlalu sering gagal memilih orang yang berkualitas untuk pelayanan, atau gagal
menjelaskan deskripsi kerja mereka. Bahkan orang yang baik tidak bisa
melaksanakan banyak pekerjaan kecuali jika ia mengetahui tanggung jawabnya.
Pemimpin yang baik tidak beranggapan bahwa orang lain tahu apa yang harus
dikerjakannya, melainkan memberikan petunjuk-petunjuk yang lengkap.
Musa memanifestasikan banyak
kualitas lainnya dari kepemimpinan yang baik seumur hidupnya. Ketika dihadapkan
dengan tugas-tugas yang tidak mungkin, ia tetap memiliki kepercayaan yang tidak
luntur atas kemampuan Allah untuk memberikan jawaban. Di Laut Merah ia berdiri
dengan laut di satu sisi dan pasukan Firaun di sisi lain, di antara massa umat
Allah yang mengeluh dan bersungut-sungut. Akan tetapi ia fokus pada janji Allah
dan memperingatkan bangsa itu “Jangan takut”. Ia memanifestasikan iman,
integritas, visi, ketegasan, ketaatan dan tanggung jawab (Ibr. 11:24-29). Tidak
heran banyak yang menganggapnya sebagai yang terbesar dari antara nabi-nabi.
YESUS
KRISTUS
Satu-satunya pemimpin yang sempurna
dan yang tidak pernah melakukan kesalahan adalah Tuhan kita Yesus Kristus.
Setiap keputusan, sikap, pemikiran, kata dan perbuatan-Nya menunjukkan
kesempurnaan-Nya. Hidup-Nya terhampar di depan kita, yang menyatakan
kepemimpinan ilahi sebagaimana mestinya:
1.
Kepemimpinan Yesus fokus pada Firman Allah – Ia
tidak memperhatikan gagasan dan opini manusia, satu-satunya yang dilayaninya
hanyalah kehendak BapaNya. “Kata Yesus kepada mereka: MakananKu ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya”
(Yoh. 4:34). “Kamu telah mendengar yang difirmankan…Tetapi Aku berkata
kepadamu…” (Mat. 5:21,22).
2.
Kepemimpinan-Nya fokus pada penyataan diriNya
sebagai Anak Allah dan Juruselamat manusia. “Kata Yesus kepadanya: Telah
sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?
Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata:
Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami?” (Yoh. 14:9). “Karena Anak Manusia
datang untuk menyelamatkan…” (Mat. 18:11)
3.
Kepemimpinan-Nya fokus pada individu. Walaupun
Ia memberitakan injil kepada orang banyak, namun Ia fokus pada pengajaran dan
pelatihan beberapa murid. Tanpa murid-murid ini, apa yang bisa terlaksana
setelah kepergian-Nya? Percakapan-Nya dengan Petrus, yang dicatat dalam Yohanes
21, menunjukkan keakraban-Nya bekerjasama dengan individu.
4.
Kepemimpinan-Nya diorganisasikan dan diberdayakan
agar tetap berlanjut setelah Ia kembali kepada BapaNya. Yesus menghabiskan
waktu tiga tahun untuk mengajarkan kepada dua belas murid ajaran dan misiNya.
Ia mengorganisasikan mereka menjadi jemaatNya, dan mengutus mereka dengan
wewenang dariNya untuk memberitakan injil, menyembuhkan yang sakit dan mengusir
setan. Setelah kenaikanNya Ia mengutus Roh Kudus untuk memberdayakan Jemaat
bagi pelayanan.
Kepemimpinan jemaat lokal harus
berdampak pada jemaat lokal, kemudian pada dunia di luar jemaat lokal. Ini
tidak bisa dilakukan melalui kebijaksanaan manusia, karisma daging, kemakmuran
keuangan atau setiap upaya manusia atau materi lainnya. Ini harus dilakukan
melalui pemimpin yang diangkat Allah yang tahu bahwa inilah waktunya
menjalankan program yang ditetapkan Allah, dan yang akan mempersembahkan
dirinya menjadi segala yang dikehendaki Allah baginya. Ini akan membutuhkan
banyak doa dan ketaatan, kepatuhan dan pengorbanan. Pengembangan karakter
tidaklah mudah, juga tidak mudah memperoleh keahlian dalam mengorganisir dan
memotivasi orang-orang dengan efektif. Tetapi orang yang mau melakukan segala
usaha akan menemukan bahwa Allah berkehendak menjadikan mereka “pemberita
perjanjian baru yang berkemampuan”.
Tidak bisa ditemukan contoh
kepemimpinan yang lebih besar daripada yang tampak dalam kehidupan Kristus. Ia,
melalui Roh, memungkinkan kita bisa mengikuti jejakNya dan melakukan pekerjaan
yang Ia kehendaki kelak jika Ia datang kembali ke dunia. Ia menugaskan
jemaatNya, dan untuk tugas ini Ia memberikan pedoman instruksi superlengkap
(Alkitab) dan kekuatan, melalui Roh Kudus, untuk menyelesaikan tugas.
Kepemimpinan dewasa ini haruslah melangkah maju dan menerima dariNya pelatihan,
karunia-karunia, talenta-talenta, inspirasi-inspirasi dan petunjuk-petunjuk
ilahi untuk menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan.
PENUTUP
Banyak aspek kepemimpinan yang diuraikan dalam tulisan ini yang
tidak bisa diperoleh hanya dalam
satu malam, tetapi berkembang begitu individu mempersembahkan dirinya
sepenuhnya kepada kehendak Allah dan membiarkan setiap peristiwa dalam
kehidupannya berfungsi sebagai pelatihan
bagi pelayanan. Orang yang akan berhasil sebagai pemimpin pada pelayanan
hari-hari terakhir ini dalam pekerjaan Allah tidak akan mau duduk diam saja,
tetapi akan berjanji tetap bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan
tentang Tuhan Yesus Kristus. Mereka akan termasuk di antara orang-orang yang
pernah mengalami apa yang dimaksudkan Yesus ketika Ia berkata, “Barangsiapa
mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa
kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:39).
Pemimpin yang dikehendaki Allah akan membayar harga yang mahal, dalam
berbagai-bagai kecaman dan kadang-kadang penolakan, mengatasi kelelahan dan
kesepian, mengambil keputusan yang tidak menyenangkan, dan semua yang lainnya
yang diharuskan Tuhan dalam pelayanan. Kemudian dia akan menemukan bahwa di
setiap jalan salib, Allah akan memberikan petunjuk, dan pada setiap tantangan
yang ditimbulkan musuh akan terungkap bahwa “…Roh yang ada di dalam kamu,
lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yoh. 4:4).
Comments
Post a Comment