Membaca Alkitab Dengan Sistem Leksionari

MEMBACA ALKITAB DENGAN SISTEM LEKSIONARI

Disusun dari berbagai sumber oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

PENDAHULUAN

Istilah leksionari berasal dari kata “lectio” dalam bahasa Latin yang berarti “pembacaan”. Kata “leksionari” mengacu pada daftar pembacaan Alkitab menurut tahun gerejawi. Dalam terminologi liturgi, R.H. Fuller dalam tulisannya“Lectionary” seperti yang terdapat dalam The Westminster Dictionary of Worship mendefinisikan leksionari sebagai: “sebuah sistem yang teratur dalam pembacaan (nas) terpilih, yang ditetapkan untuk pemakaian liturgi pada kesempatan-kesempatan khusus dalam tahun gerejawi, sehingga seperti layaknya sebuah kalender.”Dalam perkembangannya, leksionari dibagi menjadi dua jenis, yaitu leksionari hari Minggu dan leksionari harian.

Leksionari yang digunakan di gereja-gereja sekarang ini sudah lazim digunakan dalam ibadah jemaat-jemaat pada zaman kekristenan mula-mula. Taurat dan Perjanjian Lama menjadi bacaan pertama, Surat Rasuli atau Kisah Para Rasul adalah bacaan kedua, serta Injil merupakan bacaan ketiga dan menjadi fokus bacaan. Kemudian Mazmur menjadi antar-bacaan untuk menanggapi bacaan pertama dari Firman Tuhan, yang diambil dari Perjanjian Lama.

Leksionari yang digunakan banyak gereja mengacu pada The Revised Common Lectionary (RCL), yang disusun oleh Consultation on Common Text (CCT). RCL merupakan revisi dariThe Common Lectionary (CL) yang telah dipublikasikan pada tahun 1983. CCT merupakan suatu konsultasi ekumenis dari para ahli liturgi dan berbagai denominasi yang mewakili gereja-gereja di Amerika Serikat dan Kanada. Badan ini muncul dari hasil pertemuan ekumenis yang diselenggarakan pada pertengahan tahun 1960. Sejak tahun 1969 badan ini kemudian diberi nama CCT yang merefleksikan fokus dan perkembangan berbagai versi liturgi yang disepakati oleh gereja-gereja.

 

TUJUH TIPS DALAM PEMBACAAN ALKITAB SECARA LEKSIONARIS

Penyusunan leksionari pada hakikatnya merupakan suatu upaya ekumenis dari berbagai denominasi gereja untuk mewujudkan keesaan dari gereja-gereja Tuhan yang dilandasi oleh pengalaman bersama dalam membaca Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Berikut ini adalah 7 tips agar kaum awam dan kaum muda dapat memahami dan menghayati pembacaan Alkitab dengan sistem leksionari.

 

1. Berdoa Mohon Pimpinan Roh Kudus

Hal utama yang tidak boleh dilupakan ketika kita akan membaca Firman Tuhan adalah berdoa mohon pimpinan Roh Kudus. Jika memperhatikan teks-teks dalam Alkitab, tidak semuanya dapat kita mengerti secara langsung. Ada berbagai kiasan, perumpamaan, juga kalimat-kalimat yang tidak kita mengerti karena keterbatasan kita sebagai manusia. Oleh karenanya, peran Roh Kudus tidak dapat diabaikan dalam hal ini. Roh Kudus akan menolong dan memampukan kita untuk dapat memahami bagian Firman Tuhan yang kita baca.

Ini pula yang terjadi pada para penulis Alkitab ketika mereka menulis dan menyusun kitab-kitab suci pada zamannya. Pengilhaman yang terjadi bukanlah pengilhaman mekanis yang menjadikan manusia berfungsi sebagai mesin sehingga mereka hanya menuliskan apa yang didiktekan secara harfiah. Pengilhaman yang terjadi dalam penulisan Alkitab adalah pengilhaman organis, yaitu proses penulisan dan penyusunan kitab suci yang melibatkan diri si penulis dan faktor-faktor di dalamnya, seperti kemampuan, pengalaman, filsafat, budaya, serta konteks setempat. Dalam proses itulah, bimbingan Roh Kudus menolong sehingga apa yang dituliskan dapat dipahami sebagai sebuah kebenaran dari Tuhan.

 

2. Membaca Mulai Dari Bacaan Pertama

Langkah kedua yang dapat kita lakukan adalah membaca setiap bagian Alkitab mulai dari Perjanjian Lama, lalu Mazmur yang menjadi antar-bacaan, kemudian Surat-surat Rasuli, dan terakhir Injil sebagai fokus pembacaan. Penting diingat bahwa proses pembacaan ini bukanlah hanya sebatas membaca sambil lalu, melainkan sungguh-sungguh menghayati dan meresapi setiap bagian pembacaan.

Kecenderungan yang terjadi, ketika membaca sebuah nas dan bagian tertentu dari Firman Tuhan, kita membaca dengan terburu-buru, tidak menghayati kata demi kata, bahkan kalimat demi kalimat. Pola demikian sebaiknya dihindari. Saat membaca bagian Firman Tuhan, kita belajar untuk membaca dengan cermat, teliti, dan penuh penghayatan sehingga makna yang terkandung di dalamnya dapat kita temukan.

 

3. Temukan Pesan Tiap Bacaan Alkitab

Setelah selesai membaca bacaan leksionari, maka langkah berikutnya adalah kita diajak untuk menemukan pesan setiap bacaan. Ketika kita mulai dengan membaca bacaan pertama, yaitu kitab dalam Perjanjian Lama, kita diajak untuk menggali apa pesan bacaan tersebut. Ini berlaku pula dengan bacaan lainnya.

Upaya ini disebut sebagai “eksegese” teks Alkitab. Istilah eksegese sendiri berasal dari bahasa Yunani “eksegeomai yang dalam bentuk dasarnya berarti “membawa ke luar atau mengeluarkan.” Kata bendanya sendiri berarti tafsiran atau penjelasan. Inti dari eksegese adalah dapat menangkap inti pesan yang disampaikan oleh teks-teks yang kita baca. Sama halnya ketika kita mendapatkan sepucuk surat dari orang lain, kita pasti berupaya untuk dapat memahami dan mencoba untuk mengartikan apa maksud isi surat tersebut.

 

4. Mencari Benang Merah Bacaan

Langkah ke-4 setelah menemukan pesan tiap bacaan adalah kita diajak untuk menemukan “keterkaitan pesan” antar-bacaan. Inilah yang kemudian disebut “benang merah bacaan.” Pelaksanaannya tidaklah mudah. Karena itu, kita perlu menggali dengan tepat setiap bacaan tersebut. Jika dibutuhkan, kita dapat membuka buku tafsiran tentang kitab tersebut, yang dapat kita pinjam di perpustakaan gereja atau dicari di toko buku Kristen. Bila dalam prosesnya kita masih menemukan kesulitan, maka kita dapat bertanya dan berdiskusi dengan pendeta yang secara khusus mendalami studi teologi.

Sebagai catatan, adanya “benang merah” terutama berlaku dalam bacaan-bacaan pada paruh pertama tahun gerejawi, yaitu dari Adven sampai dengan Hari Pentakosta. Selanjutnya, belum tentu ada. Dalam pola pembacaan semikontinu, “benang merah” itu tidak ada.

 

5. Merefleksikan Pesan Firman Tuhan Dalam Hidup Kita

Benang merah bacaan leksionari menolong kita untuk menemukan pesan yang dapat kita terapkan dalam hidup keseharian kita. Misalnya, pembacaan leksionari terambil dari 1 Raja-raja 19:4-8, Mazmur 34:1-8 (2-9), Efesus 4:25-5:2, dan Yohanes 6:35, 41-51. Di dalamnya kita menemukan pesan “ada Tuhan di tengah keputusasaan”. Lebih jauh lagi, dengan merenungkan kisah Elia, Daud Sang Pemazmur, dan karya Yesus Sang Roti Hidup, kita dapat pesan “saat bersandar kepada Tuhan, kita akan dikuatkan untuk melalui setiap pergumulan hidup yang kita hadapi”.

 

6. Menuliskan Pesan Firman Tuhan Sebagai Komitmen Kita Untuk Menjalankannya

Langkah ke-6 yang dapat kita terapkan dalam upaya memahami dan menghayati bacaan leksionari adalah menuliskan pesan Firman Tuhan yang telah kita renungkan, sebagai komitmen kita untuk menjalaninya. Kita dapat menuliskan itu pada memo/agenda yang setiap hari kita bawa atau bisa juga diselipkan dalam Alkitab yang kita miliki. Ini menjadi tekad kita agar pesan Firman Tuhan tetap melekat dalam hati dan kita mewujudkannya melalui kehidupan kita sehari-hari, di tengah keluarga, gereja, sekolah, lingkungan pekerjaan, atau di mana pun Tuhan menempatkan kita untuk berkarya.

 

7. Rajinlah Terus Mendalami Firman Tuhan

Akhirnya, rajinlah terus mendalami Firman Tuhan. Ini yang harus terus kita tanamkan dalam diri kita. Di dalam Firman Tuhan yang kita baca setiap hari terkandung hikmat yang akan menjadi seperti tongkat ukur bagi kita. Firman Tuhan punya cara tersendiri untuk mengoreksi atau menegur kita karena “…firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua mana pun” (Ibr. 4:12)

Makin sering membaca dan merenungkan Firman Tuhan, kita makin memiliki kepekaan dan makin mampu membedakan mana yang sesuai dengan kehendak Tuhan dan mana yang tidak. Alkitab dengan jelas mengatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2Tim. 3:16-17).

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih