Hukum Sosial dan Moral

HUKUM SOSIAL DAN MORAL

 

Oleh: Pnt. Drs. Beltasar Pakpahan

 

9  Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu.

10  Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing; Akulah TUHAN, Allahmu.

11  Janganlah kamu mencuri, janganlah kamu berbohong dan janganlah kamu berdusta seorang kepada sesamanya.

12  Janganlah kamu bersumpah dusta demi nama-Ku, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN.

13  Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya.

14  Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN.

15  Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran.

16  Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN.

17  Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia.

18  Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.

(Imamat 19:9-18)

 

PENDAHULUAN

Karena Allah kudus maka umat-Nya pun wajib hidup kudus dalam segala aspek kehidupan. Kekudusan yang dituntut Allah melalui perintah-perintah dalam nas ini tidak hanya tentang ritual ibadah, tetapi juga tentang penerapan kasih, keadilan dan integritas dalam kehidupan sehari-hari dan hubungan sosial. Artinya, aspek-aspek ritual tidak terpisahkan dari aspek-aspek sosial. Ini menunjukkan bahwa dalam hidupnya, umat Tuhan tidak membedakan antara yang sekuler dan yang sakral. Semuanya harus dikuduskan demi Tuhan. Betapa seriusnya peraturan ini yang tercermin dari penegasan Tuhan, “Akulah TUHAN”, sampai lima kali dalam nas ini. Bila diperhatikan dengan seksama, peraturan-peraturan ini mengulang, mempertegas, dan memperinci beberapa peraturan yang tertuang dalam Sepuluh Perintah Allah di Kitab sebelumnya. Intinya, nas ini mengungkapkan serangkaian hukum sosial dan moral yang berakar pada prinsip kasih dan keadilan terhadap sesama, yang merupakan cerminan dari kekudusan Allah.

 

HUKUM KEADILAN SOSIAL DAN EKONOMI

Pekerjaan kesalehan harus senantiasa dilakukan bersama sedekah terhadap sesama, sesuai kemampuan kita. Ketika memanen gandum, mereka harus meninggalkan beberapa tangkai di sudut ladang (ay. 9). Mereka juga harus menyisakan sedikit hasil tuaian dan tandan anggur (ay. 10), yang semula terlewatkan. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kita tidak boleh tamak serta serakah terhadap segala sesuatu yang bisa kita ambil sebagai hak kita, ataupun menuntut hak atas hal-hal kecil dan sepele. Dan saat bersukacita seperti masa panen, juga merupakan masa untuk bersedekah. Ketika kita bersukacita, orang miskin pun boleh bersukacita bersama kita.

Janganlah kita mengambil apapun yang bukan milik kita, baik dengan berbuat curang maupun dengan merampas (ay. 13). Jangan pula menahan apapun yang merupakan milik orang lain, terutama upah seorang pekerja harian, bahkan jangan menahannya sampai besok harinya. Sungguh merupakan dosa besar apabila menolak membayarkan atau menunda upah sehingga merugikan pekerja itu. Dosa semacam ini bagaikan teriakan nyaring kepada Tuhan semesta alam memohon keadailan (Yak. 5:4). Janganlah kita mengutuk orang tuli atau meletakkan batu sandungan di hadapan orang buta (ay. 14). Hal ini menekankan perlindungan bagi mereka yang lemah dan tidak berdaya secara fisik. Ini juga berarti janganlah kita melukai hati siapapun karena mereka tidak mau atau tidak mampu membela diri, sebab Allah melihat dan mendengar meskipun mereka tidak demikian.

 

HUKUM KEJUJURAN DAN KEADILAN

Kekudusan menuntut integritas mutlak dalam semua transaksi dan interaksi. Dalam interaksi kita dengan sesama, kita dilarang melakukan berbagai kejahatan, yaitu dilarang mencuri, berbohong atau berdusta, bersumpah palsu demi nama Tuhan, memeras, dan merampas (ay. 11-13). Ini memastikan integritas dan kejujuran dalam segala hal.

Keadilan harus ditegakkan dalam penghakiman. Para hakim dan semua pihak yang berwenang dilarang untuk berlaku tidak adil, yaitu diperintahkan untuk memberikan putusan serta penghakiman tanpa memihak (ay. 15). Keadilan sekali-kali tidak boleh dilanggar, baik karena rasa iba terhadap orang miskin maupun karena rasa hormat atau rasa takut terhadap orang-orang besar. Apapun boleh diberikan kepada orang miskin sebagai sedekah, namun janganlah ada yang diberikan kepadanya sebagai hak, selain yang memang menjadi haknya secara sah. Di lain pihak, sering kali hakim menjadi berat sebelah demi menguntungkan orang-orang besar. Ini memastikan agar keadilan harus ditegakkan tanpa memandang status sosial.

Kita semua dilarang melakukan apapun yang dapat merugikan nama baik sesama kita (ay. 16), baik dalam perilaku sehari-hari maupun dalam memberikan kesaksian. Sungguh merupakan perbuatan yang buruk apabila kita menyiarkan kesalahan orang, membocorkan rahasia orang, membesar-besarkan kejahatan orang, dan memperburuk kekurangan orang, dengan tujuan menghancurkan nama baik orang dan memicu perpecahan di antara sesama. Juga janganlah kita menyebarkan fitnah atau berbuat sesuatu yang mengancam nyawa sesama (seperti memberikan kesaksian palsu dalam peradilan yang bisa menyebabkan hukuman mati) jika ia tidak bersalah, atau menjalin persekongkolan dengan orang-orang yang haus darah (Ams. 1:11-12).

 

HUKUM KASIH DAN HUBUNGAN PRIBADI

Kita diperintahkan untuk menegur sesama kita dalam kasih (ay. 17). Artinya kita lebih baik mengungkapkan kekesalan kita dengan kelembutan hikmat, berusaha menjelaskan kepada saudara kita perihal kerugian yang telah ditimbulkannya, memperbincangkan perkara itu bersamanya dengan adil, sehingga dengan demikian mengakhiri rasa kesal yang ditimbulkan. Oleh sebab itu, kita menegurnya atas dosa yang telah diperbuatnya terhadap Allah, sebab kita mengasihi dia. Berusahalah mengajak dia bertobat, supaya dosanya dapat diampuni dan ia dapat berbalik darinya, sehingga dosa itu tidak tertanggung atasnya.

Kesalahan yang kita datangkan karena tidak mau menegur adalah bahwa hal itu dipandang sebagai membenci sesama kita dalam nas ini. Kasih memang menutupi dosa dari orang lain, namun tidak dari pendosa itu sendiri. Celaka yang kita akibatkan karena tidak mau menegur adalah bahwa kita akan mendatangkan dosa kepada diri kita sendiri karena dia. Dengan membiarkan dosa tertimpa ke atasnya, kita menghadapi bahaya menanggung dosa bagi dia, demikianlah makna ayat 17 ini. Jika kita tidak mencela perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, maka kita sudah bersekutu dengannya (Ef. 5:11).

Segala kedengkian harus kita tanggalkan dan sebaliknya kita harus mengenakan kasih persaudaraan (ay. 18). Jika saudara kita mendatangkan kerugian kepada kita, janganlah kita berbuat yang sama kepadanya, sebab itu disebut menuntut balas. Janganlah kita pada setiap kesempatan mencela dia, sebab itu disebut menaruh dendam. Sebaliknya, kita harus memaafkan dan melupakannya, sebab demikian jugalah kita diampuni Allah. Sangatlah jahat dan merusak persahabatan, bila kita menyimpan rasa kesal terhadap penghinaan dan kesalahan yang diperbuat terhadap kita, dan membiarkan pedang makan terus-menerus.

Inti hukum yang menjadi puncak dari semua perintah yang disampaikan dalam nas ini adalah perintah untuk “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay. 18). Perintah ini merangkum semua perintah sebelumnya dan menjadi dasar bagi hukum kasih yang kemudian dikutip dan ditekankan kembali oleh Tuhan kita Yesus Kristus (Mat. 22:39).

 

REFLEKSI

Oleh anugerah Tuhan, kita telah diselamatkan dari hukuman dosa. Atas anugerah-Nya pula, kita disertai dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat hidup kudus. Oleh karena itu, serahkanlah diri kita kepada Tuhan hari demi hari dan dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga kita dimampukan untuk hidup kudus. Anak-anak Tuhan dikuduskan oleh darah Kristus dan dimampukan menjalani hidup kudus dengan pertolongan Roh Kudus. Tuhan Yesus meninggalkan teladan bagi kita bagaimana hidup kudus. Dia juga contoh bagi kita untuk mengasihi sesama dengan kasih dan melakukan kebaikan yang sama bagi semua status sosial masyarakat.

Comments

Popular posts from this blog

Bersukacita dalam Penderitaan

Jadilah Cerminan Kasih Tuhan

Sehati Sepikir dalam Satu Kasih